TERNATE, MPe — Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate, Maluku Utara, memberi sinyal bakal menyelidiki dugaan penyimpangan yang diduga dilakukan oleh oknum – oknum tidak bertanggung jawab dalam mengelolah pasar.
Sejumlah pasar yang ada di Kota Ternate akan jadi target sasaran untuk diselidiki.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ternate, Abdullah SH. MH, mengatakan, pengusutan kasus dugaan jual beli lapak di Pasar Higenis Kota Ternate yang saat ini ditangani bidang intelijen Kejari Ternate sudah mulai menunjukkan progres yang cukup baik, sudah mulai mengarah ke arah dugaan tindak pidana.
“Hasil sprintug (surat perintah tugas) intelijen berdasarkan penerimaan dokumen yang kita terima maupun dari hasil wawancara itu, menunjukkan perkembangan yang cukup baik untuk mengararah ke sebuah proses tindak pidana,” ujar Abdullah. Selasa (11/4/2023).
Lanjut dia, selain Pasar Higinies, Kejari Ternate juga akan mengusut dugaan mafia di pasar lainnya seperti Pasar Kota Baru, Pasar Barito dan Pasar Gamalama.
“Jadi,tidak hanya pasar di Higenis akan tetapi di semua pasar yang ada di kota Ternate, kita akan lakukan pemeriksaan karena ada indikasi sewa lapak dan penanganan retribusi parkir termasuk lapak diduga ada yang tidak masuk ke kas daerah sehingga tidak menjadi PAD (pendapatan asli daerah),” tuturnya.
Ia menduga sejumlah pasar di Kota Ternate itu diduga ada penyimpangan yang dilakukan secara sistematis terstruktur dan masif sesuai informasi yang diperolehnya.
“Sehingga kami akan terus mengiatkan sprintug (surat perintah tugas) ini sesuai SOP,” katanya.
Lanjut dia, sudah ada beberapa orang yang terkait memiliki kewenangan dengan pasar sudah diakukan klarifikasi permintaan keterangan tentunya akan didukung oleh keterangan- keterangan lainnya, baik itu swasta maupun orang-orang yang diberi kepercayaan dalam mengelola pasar.
Karena menurutnya, ada oknum – oknum yang bukan ASN dan tidak terikat apapun di Pemkot Ternate malah diberi kewenangan untuk mengelola pasar.
“Kalau seperti ini kan gawat,” cetusnya.
Selain itu, kurangnya aturan atau ketentuan yang mengatur pengelolaan pasar sehingga banyak kutipan – kutipan tidak masuk ke kas daerah yang nilainya lumayan bagus dan malah dinikmati oleh oknum- oknum, yang nilainya di kisaran Rp 10 jutaan dalam satu kali sewa.
“Ini mengerikan karena setiap orang yang diberi tugas itu melakukan itu tanpa disertai dengan tanda terima, cuman bayar/beli biasa tidak ada kwitansi tidak ada tanda terima dan ini aneh”
“Dan insya Allah setelah selesai lebaran (2023) masalah ini akan kita naikan statusnya ke penyelidikan intelijen,” tegasnya. (**)
Discussion about this post