TERNATE, MPe — Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Maluku Utara (Malut) diminta membebaskan terdakwa kasus penyertaan modal Perusda PT. Ternate Bahari Berkesan (TBB) M. Ichsan Efendi yang ajukan banding karena tak terima dengan hasil putusan majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ternate.
Diketahui, sebelumnya pada 7 Juni 2023 lalu Majelis Hakim pada (PN) Ternate menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara ke terdakwa M. Ichsan Efendi selaku mantan direktur TBB.
Ichsan juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 467 juta, jika tak dipenuhi terhitung satu bulan usai putusan inkrah maka harta bendanya bakal disita dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut jika tidak maka terdakwa di tambah pidana selama 3 tahun.
Selain Ichsan, mantan direktur TBB lainnya Ramdani Abubakar juga terbilang berat, Ramdani dijatuhkan hukuman 6 tahun penjara denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta dihukum membayar uang pengganti Rp 233 juta, di tambah pidana 2 tahun jika tak pengganti tersebut tak dibayar.
Berbeda dengan Temmy Wijaya yang juga direktur TBB yang hanya 1 tahun penjara dan Rp denda 50 juta serta dihukum membayar uang pengganti Rp 200 juta sekian dengan ketentuan jika harta bendanya tidak cukup untuk membayar uang pengganti maka di pidana 6 bulan kurungan, lebih ringan karena telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 200 juta sekian.
Hukuman yang diterima Temmy berbeda dari tuntutan JPU sebelumnya yak 5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 400 juta sekian.
Dihukum lebih berat, terdakwa M. Ichsan Efendi lalu melalui penasehat hukumnya mengajukan permohonan banding ke PT Malut yang dikirim pada 12 Juni 2023 lalu dan sedang berproses.
Menanggapi itu, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyebut ada yang janggal dalam putusan majelis hakim pada PN Ternate, karena nilai kerugian keuangan negara Rp 3 miliar sekian akibat perbuatan 3 terdakwa ujar dia, relatif sama dinikmati.
Menurutnya, majelis yang memutus perkara seharusnya melihat secara keseluruhan fakta – fakta yang terungkap selama persidangan sebelum membuat pertimbangan yang memberatkan ke 2 terdakwa yang jauh berbeda dari satu terdakwa lainnya, yakni Temmy Wijaya.
“Saya melihat ada yang janggal dalam putusan itu, yang janggal itu terletak pada kedalaman dan komprehensifitas pertimbangan dalam putusan itu, 2 hal itu saya tidak lihat dalam putusan majelis hakim PN (Pengadilan Negeri) Ternate,” kata Margarito, Minggu (16/7).
Dalam kasus ini menurutnya, ada alasan yang bisa dipakai hakim untuk membebaskan para terdakwa karena selama dalam pengelolaan Perusda TBB para terdakwa tersebut tidak menikmati hasilnya.
“Menurut saya ada alasan untuk membebaskan si Ichsan bahkan juga si Ramdani karena tindak tanduk mereka terlihat mereka tidak sengaja dan tidak menikmati apapun. Adapun orang lain yang diduga menikmati itu karena semua tindakannya wajar,” ujar Margarito.
Tidak logis menurutnya, jika para terdakwa sewaktu menjadi direktur PT. TBB hanya karena masalah sepele yang dibuat harus dijadikan alasan hakim untuk menghukumnya padahal pemegan saham ujar dia, ada pada Pemda Kota Ternate waktu sebagai penyuntik modal dan Pemegang Saham waktu itu.
“Fakta yang dipersalahkan atau dibebankan tanggung jawabnya kepada direktur Perusda Bagi saya itu tidak logis, karena (pengawsan) ada pada Pemilik modal,” papar mantan Staf Khusus Sekretaris Negara 2006 – 2007 itu.
Selain itu, jika para terdakwa sewaktu menjabat direktur Perusda tidak melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lalu mereka dipersalahkan apa alasan hukumnya, dan jika ada alasan yang harus dipersalahkan maka pihak Komisaris Perusda juga harus ikut disalahkan.
“Kalau ada tindak – tanduk Perusda dalam hal ini Ichsan Effendi dan lain-lain dalam menyelenggarakan Perusda itu katakanlah tidak mendapatkan persetujuan dari RUPS atau Komisaris perusahaan. Lalu kenapa Komisaris tidak dipersalahkan? Komisaris tau semua bahwa ada tindak – tanduk yang salah tapi diam terus apa tanggung jawab Komisaris.? Nah kejanggalan kejanggalan kecil yang terlihat dari putusan yang sudah dilaksanakan sekarang ini,” ujarnya.
Segala tindak-tanduk dalam pengelolaan perusahaan oleh terdakwa sewaktu menjabat direktur menurutnya tak perlu semuanya harus dilaporkan ke Komisaris, menurutnya hal tersebut tidaklah logis.
“Mana ada orang dagang kayak begitu beli ini harus lapor ke komisaris beli itu harus lapor ke Komisaris. Kalau tidak lapor ke Komisaris lalu dipersalahkan, terus kenapa awalnya tidak diberhentikan atau ditegur oleh komisaris ? Kalau begini cara berpikir Majelis di dalam putusan menghukum Ichsan misalnya, menurut saya ada yang tidak tuntas dalam putusan ini,” katanya.
Jika cara berpikir majelis hakim seperti ini sambung dia, maka diduga cara itu dipakai hakim maupun Jaksa dalam perkara ini agar dengan leluasa mencari pelaku lain lagi dengan sesuka hati padahal masalahnya hanya hal sepele.
“(Jika) hakim berdasarkan jalan pikiran seperti itu berarti musti ada orang lain yang harus didakwa lagi. Jaksa juga saya minta harus cermat jangan asal dakwa, kenal betul fakta, kenal betul hukumnya baru konstruktif tanggung jawab supaya masuk akal,” cecarnya.
Olehnya itu, dia meminta majelis hakim PT. Malut agar benar- benar mendalami secara detil dan mempertimbangkan secara komprehensif fakta – fakta yang diputuskan oleh Hakim PN Ternate.
“Saya sekali lagi meminta majelis pengadilan tinggi untuk di dalami betul diperiksa secara detil fakta fakta nya hukum hukum nya baru di konstruksi hukum khusus atas dalam peristiwa ini baru diambil keputusan”
“Ichsan bukan malah sekedar meringankan tapi harus dibebaskan karena sejauh pembacaan saya tidak yang menguntungkan dirinya sendiri dan sekali lagi tindak pidana itu sama sekali tidak dimaksudkan oleh si Ichsan. Olehnya itu saya mendesak majelis pemeriksa banding untuk mendalami betul seluruh keadaan hukum dari peristiwa ini dan seluruh aspek hukum dari peristiwa ini baru tentukan hukumnya,” pintah Margarito.(**)
Discussion about this post