LABUHA- Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 Indeks Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Halmahera Selatan cenderung meningkat setiap tahunnya. Ditahun 2021 Indeks Keparahan Kemiskinan berada di angka 0,12 persen, sedangkan pada tahun 2022 meningkat mencapai 0,17 persen.
Potret Indeks Keparahan Kemiskinan ini merupakan kondisi di mana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan. Indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan kemiskinan yaitu tingkat upah, pendapatan, konsumsi, mortalitas anak usia balita, imunisasi, akses terhadap pelayanan kesehatan, kekurangan gizi pada anak dan lain sebagainya.
Indikator – indikator tersebut khususnya pada anak dapat menyebabkan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. atau yang biasa kita sebut dengan Anak Stunting, walaupun ada indikator-indikator lain yang dilihat untuk mengatakan bahwa anak tersebut adalah stunting, namun penyebab anak stunting dapat dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan.
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Stunting di Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2022 termasuk dalam 5 kabupaten dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata angka Maluku Utara (26,1 persen). Kabupaten Halmahera Selatan berada pada peringkat ketiga angka stunting terbesar setelah Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah sebesar 31,4 persen, sehingga menjadi evaluasi bersama seluruh lintas sektor agar segera melakukan indentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap angka prevalensi balita stunting yang besar tersebut.
Terkait hal tersebut, Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Utara bersinergi dengan instansi lintas sektor Kabupaten Halmahera Selatan menyelenggarakan Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting pada Rabu (07/06/2023) bertempat di Ruang Rapat Kantor Bappelitbangda Kabupaten Halmahera Selatan.
Forum yang dibuka langsung oleh Asisten 1 Bidang Pemerintahan Dr. Mustafa Ruhama, M.Si ini, diikuti oleh 20 peserta dari instansi lintas sektor terkait Kabupaten Halmahera Selatan dengan pemateri dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Halmahera Selatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Selatan dan Kementrian Agama Kabupaten Halmahera Selatan.
Dalam sambutannya ketika membuka acara, Mustafa Ruhana mengatakan, “Di setiap kesempatan pertemuan, Pak Bupati menyampaikan Tim Percepatan Penurunan Stunting agar menyisir angka stunting yang tinggi di Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggandeng TNI dan Polri”.
Dalam Forum Koordinasi tersebut, membahas beberapa poin penting dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Halmahera Selatan yaitu Optimalisasi dan Harmonisasi dalam Percepatan Penurunan Stunting, Cakupan Layanan Intervensi Spesifik dan Sensitif dalm Upaya Penanganan Stunting serta Sinergitas dan Akselerasi BANGGA KENCANA (Persiapan Pra Nikah) dalam Percepatan Penurunan Stunting.
Selanjutnya Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Utara Dra. Renta Rego dalam sambutannya mengatakan bahwa dukungan dari pemerintah daerah sangat penting untuk Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Halmahera Selatan.
“Dengan landasan Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, OPD KB harus bisa bekerjasama dengan intansi terkait serta TNI Polri untuk memerangi stunting khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan,” tegas Renta.
Renta juga menghimbau agar calon pengantin diberikan konseling dan edukasi pra nikah terlebih dahulu 3 bulan sebelum melangsungkan pernikahan, agar mencegah terjadinya stunting pada calon bayi yang akan dilahirkan nanti.
Ia juga menegaskan usia ideal pasangan menikah yang direkomendasikan BKKBN untuk perempuan minimal 21 tahun dan laki-laki minimal 25 tahun. Karena, usia pernikahan juga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak karena memahami pentingnya mencegah pernikahan dini yang dapat berimbas kepada segala aspek kehidupan.
“Pasangan yang berusia matang memiliki kehidupan yang mapan akan relatif lebih tenang dalam menyikapi dinamika rumah tangga. Di samping itu, pengendalian emosi juga harus matang”, tutup Renta. (**)
Discussion about this post