TERNATE, MPe – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) diminta segera tetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi 15 bulan TPP ratusan tenaga kesehatan (Nakes) dan sejumlah dokter RSUD Chasan Boesoerie, Ternate yang diduga dilakukan oleh sejumlah petinggi rumah sakit.
Pada Senin (2/1) kemarin, puluhan Nakes bersama LPP Tipikor Malut kembali melakukan aksi ke kantor Kejati Malut yang berada di Jalan Stadion, Ternate Tengah.
Dalam aksi itu, massa menagih janji Kepala Kejati (Kajati) Malut, Dade Ruskandar, yang katanya tidak segan- segan menetapkan tersangka jika terbukti ada indikasi korupsi.
“Pada aksi sebelumnya melalui hearing, bapak Kajati menyampaikan kepada nakes dan dokter, beliau menyampaikan bahwa beliau tidak segan-segan tidak memiliki beban untuk melakukan penetapan tersangka terkait kasus RSUD Chasan Boesoerie,” teriak Ketua LPP Tipikor Malut, Zainal Ilyas.
Massa juga mempertanyakan soal dokumen hasil temuan Inspektorat Malut yang sudah diserahkan ke Kejati Malut. Namun oleh Kejati melalui Asisten Intelijen katanya belum menerima.
“Kami juga ingin disampaikan ke Kejati Malut, pada 25 Desember 2022 kemarin Gubernur Malut beserta kepala Inspektorat Malut, menyampaikan kepada ratusan nakes RSUD, bahwa hasil temuan inspektorat senilai Rp 40 miliar lebih telah disampaikan kepada Kejati Malut pada 17 Desember 2022. Dan ada bukti lengkap dokumentasinya yang diberikan kepada kami dan yang menerima adalah Kasi C Kejati Malut,” kata Zainal dalam orasinya.
Menurut Zainal, berdasarkan ketentuan hukum pidana. Bahwa 2 alat bukti yang sah sudah cukup bagi Kejati Malut untuk menetapkan siapa tersangka dalam kasus ini. Bahkan dalam kasus ini menurutnya sudah ada 3 alat bukti yang semestinya sudah ada tersangkanya.
“Kita semua tahu bahwa 2 alat bukti yang sah itu yang diatur dalam ketentuan umum hukum pidana, bahwa keterangan saksi adalah merupakan alat bukti yang sah, dan Kejati Malut sejak bulan Agustus sampai saat ini sudah memeriksa kurang lebih memeriksa 16 saksi”
“Lalu keterangan terlapor yakni mantan Direktur RSUD CB, Syamsul Bahri juga merupakan alat bukti yang sah, juga ada saudara Fatima Abas dengan jabatan saat ini Wakil Direktur Keuangan RSUD”
“Dan jika mengacu pada KHUP maka 3 alat bukti yang sah sudah ada di tangan kejati Malut. Lantas Kejati mau bilang apa lagi? bukti-bukti apa lagi?. Bukankah di dalam ketentuan hukum pidana pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa apabila kasus tersebut telah diketahui khalayak dan publik maka itu tak perlu dapat dibuktikan ,” tanya Zainal. Lantas disahut oleh massa aksi “Tangkap Syamsul Bahri tangkap Fatima Abas”
Lanjut dia, jika Kejati Malut sengaja tidak konsisten dengan penegakan hukum dan bermain mata dalam kasus ini, maka pihaknya berjanji akan menggalang massa yang lebih besar bersama elemen mahasiswa untuk menduduki Kantor Kejati Malut.
“Kami sampai saat ini masih memberikan keyakinan kami kepercayaan kepada kejaksaan, tapi ingat jika kasus RSUD ini jika dimainkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab maka kami dari RSUD beserta seluruh mahasiswa akan mengeruduk Kejati Malut. Karena ini sudah tidak masuk akal” katanya.
Selain itu, lanjut Zainal, dalam waktu dekat pihaknya dan para nakes bakal menyurat ke Kejagung dan KPK RI untuk ambil alih karena tidak ada keadilan yang dirasakan.
“Bapak Kajati kami juga sampaikan di Minggu depan nanti ada surat yang ditandatangani oleh ratusan nakes RSUD beserta dokter, akan menyurat ke Kejagung RI dan KPK RI agar ambil alih masalah ini,” tegasnya.
Sementara Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Malut, Efrianto saat dikonfirmasi wartawan usai hearing bersama 2 orang perwakilan massa aksi, mengaku soal ini, Kejati Malut telah mengambil tindakan dengan memberikan klarifikasi berupa pengumpulan bahan keterangan pulbaket/puldata ke sejumlah saksi.
“Terkait dengan laporan informasi yang disampaikan oleh pihak RSUD dan kawan-kawan dari LPP Tipikor, tentu kejaksaan akan menyikapi laporan itu dengan klarifikasi berupa pulbaket. memang kita sudah mengundang ada beberapa orang, lebih dari 11 orang, terkait dengan informasi yang disampaikan ke kejaksaan, terkait pemotongan TPP bagi medis dan para medis, ah itu sudah kita lakukan klarifikasi,” katanya.
Ia juga mengaku, saat ini Inspektorat Malut sedang dalam proses melakukan audit sambil berkoordinasi dengan Kejati Malut yang terbilang cukup intens .
“Kita ada MoU dengan pihak Inspektorat, kita beri kesempatan dulu Inspektorat melakukan audit. Koordinasi terkait dengan audit sudah kita lakukan dan laksanakan, memang suda ada komunikasi dan hasil kesimpulan sementara masih dikoordinasikan, kita sambil nunggu itu juga nanti hasil finalnya secara resmi ke kita seperti apa nanti,” pungkasnya.
Selaku APH lanjut dia, tentu aspirasi yang disampaikan akan diproses apabila ada indikasi yang kuat adanya penyimpanan dan mengarah kepada korupsi.
“Kita tidak ada bermain dengan kasus ini, kalau ada bukti yang cukup tentu diproses lebih lanjut. Kalau tidak tentu harus ada kepastian. Sudah jelas akan kita proses lebih lanjut kalau memang tidak temuan/alat bukti yang cukup tentu ini harus ada kepastian. Karena kami juga turut prihatin dengan dugaan korupsi TPP Nakes yang dikurangi yang segini jadi segitu,” pungkasnya. (**)
Discussion about this post