JAKARTA- Upaya pemerintah untuk memberikan pemenuhan HAM kepada nelayan kecil dan awak kapal perikanan melemah sebagaimana diamanahkan di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menegaskan, Pemenuhan HAM kepada nelayan kecil dan awak kapal perikanan adalah upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh negara guna memastikan bahwa mereka tidak mengalami pelbagai bentuk diskriminasi sehingga hak-hak konstitusionalnya tercerabut. Tidak terbatas pada seremoni peluncuran program semata.
Seperti diketahui, di dalam laporan keempat Kondisi Perikanan Kakap Tahun 2022 (2022 State of the Snapper Fishery) yang dipublikasikan oleh Konsorsium Kakap Indonesia pada pertengahan tahun 2023, sejumlah hal yang bisa berpotensi besar mendiskriminasi hak-hak konstitusional nelayan kecil dan awak kapal masih terjadi di sentra-sentra produksi perikanan, tak terkecuali perikanan kakap, di antaranya adalah 1) Pembaruan data menyangkut identitas pelaku usaha yang tidak sesuai fakta di lapangan, 2) Tidak tersedianya perjanjian kerja tertulis antara pemilik dan awak kapal penangkap ikan;
3)Minusnya informasi dan akses nelayan kecil terhadap layanan pembiayaan usaha perikanan yang dikelola oleh pemerintah;
4)Perlindungan jiwa dan kesehatan yang belum dipenuhi; dan
5)Diabaikannya perlengkapan keselamatan melaut.
“Keempat temuan di atas memerlukan kesungguhan respons dari pemerintah agar pelanggaran HAM kepada nelayan kecil dan awak kapal penangkap ikan dapat dihindarkan. Tanpa kesungguhan pemerintah yang dituangkan ke dalam bentuk kebijakan turunan, anggaran, dan kelembagaan pelaksana yang mumpuni, niscaya pelanggaran HAM lambat laun bakal marak terjadi kembali,” tutup Halim. (**)
Discussion about this post