TERNATE, MPe — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Chasan Boesorie (CB) Ternate, kini masih diperhadapkan dengan masalah gaji tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sejumlah tenaga kesehatan yang belum dibayarkan, akibatnya sejumlah dokter spesialis dari ASN mogok melayani pasien.
Terhitung aksi mogok dimulai sejak Senin (3/7) mereka menuntut 9 bulan tunjangannya di tahun 2021 dan 2022 yang belum terbayar.
Selain masalah itu, RSUD CB juga tengah diperhadapkan masalah kekurangan obat – obatan dikarenakan vendor perusahaan penyedia obat masih was – was menyediakan obat untuk RSUD CB dalam jumlah besar dikarenakan hutang obat – obatan belum dibayarkan oleh Pemprov.
Direktur RSUD CB Ternate, dr. Alwia Assagaf mengaku, aksi mogok tersebut lantaran dokter spesialis ASN menuntut kejelasan kapan dilakukan pembayaran oleh Pemprov.
“Kondisi yang kita hadapi sekarang di rumah sakit sangat dilematis, poli klinik sudah hari ketiga tutup karena dokter – dokter spesialis yang ASN menuntut hutan TPP nya agar dibayarkan,” ujar Alwia saat dikonfirmasi awak media usai melakukan rapat pertemuan dengan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Pemprov Idhar Sidi Umar dan sejumlah dokter, Rabu (5/7).
Alwia mengaku, hasil koordinasi dengan Dewas dan Dinkes Malut telah menyepakati membuat perubahan Pergub khusus untuk menyelesaikan sisa 9 bulan tunjangan yang belum terbayar menjadi insentif, dengan menggunakan dana TPP yang di Dinkes Malut. Karena dari Dinkes ujar Alwia, sudah mengaku akan membayar menggunakan dana TPP yang tersedia di Dinkes Malut.
Dimana, jika pembayaran tunjangan sisa 9 bulan tersebut kata dia, jika dibayar melalui mekanisme TPP Pergub No 3 tahun 2023 maka selisih nilai tunjangan yang terima para dokter jauh lebih kecil karena melalui kelas jabatan pada dokter spesialis ASN.
“Saya kasih contoh, untuk dokter spesialis untuk 2021 itu seharusnya menerima Rp 20 juta tetapi TPP yang keluar menurut Pergub baru ada yang terima dari kisaran 3 sampai 5 juta. Selisihnya jauh tergantung jabatan,” ujarnya.
Untuk itu, dia berharap para dokter spesialis dari ASN agar tetap menjalankan tugasnya untuk melayani pasien karena RSUD CB ujar dia, merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Malut. Banyak pasien- pasien dari Kab/Kota lainnya menjadikan RSUD CB sebagai rumah sakit rujukan. Karena gaji spesialis kontrak dan honorarium terus dibayarkan oleh pihak rumah menggunakan dana BLUD.
Senin (10/7) pekan depan kata Alwia, pihaknya berencana melakukan pertemuan dengan Kaban, Kadinkes dan Sekprov Malut untuk membahas pengusulan draf perubahan pergub yang saat ini tengah disusun, untuk diusulkan ke Gubernur Malut soal mekanisme pembayaran tunjangan tersebut.
“Karena mekanisme pengelolaan anggaran itu ada di Pemda, sehingga saya tidak bisa menjelaskan kapan akan dibayarkan,” tukasnya.
Sementara masalah obatan-obatan, diakui Alwia jika rumah sakit terpaksa harus mengeluarkan biaya untuk membayar ganti obat pasien yang lainnya sudah dibeli oleh pasien diluar rumah sakit.
“Masalah lainnya rumah sakit saat ini terkendala obat karena vendor sampai saat ini belum semua dilunasi oleh Pemda, mereka tidak mau membuka pembelian obat sehingga kami tidak bisa belanja obat, beli palingan cuma Rp 100 juta itu pun 3 hari sudah terpakai habis oleh rumah sakit,” katanya.
Untuk itu, Pemprov kata dia, agar memberi perhatian serius terhadap polemik yang terjadi di RSUD CB.
“Untuk kami berharap Pemda ada respon besar bagaimana hutang obat ini cepat selesai dan TPP juga diselesaikan,” harap Alwia.
Sementara itu, Kadinkes Malut, Idhar Sidi Umar saat dimintai tanggapan oleh awak media, usai melakukan rapat dengan sejumlah dokter memilih tidak berkomentar.
“Saya no komen, ” singkat nya sembari bergegas pergi. (**)
Discussion about this post