Pengusaha hasil bumi yang mengemudikan mobil seharga Rp400 juta lebih itu, mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) pertalite di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Sofifi, Maluku Utara.
Orang mampu seperti pengusaha hasil bumi itu seharusnya membeli BBM non-subsidi seperti pertamax, karena BBM pertalite merupakan BBM bersubsidi yang dikhususkan bagi orang yang kurang mampu.
Di kota Sofifi dan kabupate/kota lainnya di Malut selama ini banyak orang mampu yang menggunakan BBM bersubsidi, meski himbauan kepada orang mampu untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi terus disuarakan berbagai pihak terkait.
Perbedaan harga yang cukup tinggi antara BBM bersubsidi dan non-subsidi, seperti antara pertalite dan pertamax yang mencapai Rp4000 lebih, menjadi alasan bagi orang mampu untuk lebih memilih menggunakan BBM bersubsidi.
Tidak adanya sanksi tegas kepada orang mampu yang kedapatan membeli BBM bersubsidi di SPBU, membuat mereka terbiasa membeli BBM bersubsidi, bahkan tidak adanya sanksi tegas itu mereka artikan sebagai restu dari pemerintah untuk menikmati BBM bersubsidi.
Seorang pegiat anti-korupsi di Malut, Muhdin menyebut orang mampu yang memanfaatkan BBM bersubsidi sebagai pelaku korupsi, karena mereka menikmati subsidi BBM dari uang negara, yang dialokasikan untuk orang kurang mampu.
Data dari Kementrian Keuangan menunjukan uang negara yang dialokasikan untuk subsidi BBM selama tahun 2022 ini telah mencapai Rp502 triliun lebih, sekitar 80 persen diantaranya dinikmati oleh orang mampu.
Dari data itu berarti uang negara yang dikorupsi orang mampu mencapai sekitar Rp400 triliun lebih, tetapi untuk bentuk korupsi seperti itu tidak dapat diproses secara hukum, karena belum ada landasan regulasinya.
Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba selalu menghimbau masyarakat di daerahnya yang memiliki kemampuan tidak memanfaatkan BBM bersubsidi, guna mengurangi uang negara yang dialokasikan untuk subsidi BBM.
Jika uang negara untuk subsidi BBM bisa dikurangi maka akan memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk membiayai berbagai program pembangunan di daerah, termasuk di wilayah Malut yang saat ini sangat membutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur dan berbagai proyek strategis lainnya.
Para pejabat di lingkup Pemprov Malut dan seluruh pemerintah kabupaten/kota, terumasuk instansi vertikal di daerah ini juga diarahkan untuk tidak memakai BBM non-subsidi, agar dapat memberi contoh kepada orang mampu untuk melakukan hal serupa.
My Pertamina
Kebijakan PT Pertamina untuk menerapkan aplikasi my pertamina dalam pembelian BBM bersubsidi di SPBU diharapkan dapat menjadi salah satu cara efektif untuk mencegah orang mampu di Malut dan daerah lainnya di Indonesia menikmati BBM bersubsidi.
Mobil 1500 CC ke atas yang umumnya milik orang mampu tidak akan lolos pada saat didaftarkan diaplikasi my pertamina, sehingga tidak akan bisa membeli BBM bersubsidi di SPBU, karena SPBU hanya akan melayani pembeli yang terdaftar di Aplikasi my pertamina.
Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Papua-Maluku, Edi Mangun kepada mencatat, hingga per tanggal 12 Agustus 2022, sebanyak 5.345 kendaraan yang telah menggunakan system mypertamina.
Sesuai jumlah kendaraan yang sudah terdata di wilayah Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara berjumlah lebih dari 9.000 Kendaraan, diantaranya di Provinsi Maluku dan Malut memegang jumlah kendaraan terbanyak dengan jumlah 5.345 Kendaraan, kemudian di susul oleh Provinsi Papua dan Papua Barat. Wilayah Pertamina Patra Niaga Papua-Maluku telah terdaftar sebanyak lebih dari 9.000 unit kendaraan dimana 5.000 diantaranya berada di wilayah Maluku, sesuai Kepmen ESDM No. 37.K/HK.02/MEM.M/2022 Pertalite ditetapkan sebagai BBM Penugasan oleh Pemerintah. Informasi lebih lanjut mengenai mekanisme penyaluran subsidi tepat sasaran menggunakan sistem MyPertamina.
Dalam penerapan aplikasi my pertamina dalam pembelian BBM bersubsidi di SPBU tidak dimaksudkan untuk mempersulit masyarakat yang akan membeli BBM bersubsidi di SPBU, tetapi untuk memastikan penggunaan BBM bersubsidi tepat sasaran.
Di Malut aplikasi my pertamina tengah disosialisasikan di Kota Ternate dan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, yang kemudian akan menyusul di delapan kabupaten/kota lainnya dengan melihat kesiapan teknis di lapangan, terutama fasilitas jaringan telekomunikasi.
Adanya penerapan aplikasi my pertamina diharapkan nantinya tidak ada lagi SPBU di Malut yang hanya dalam beberapa jam, stok BBM bersubsidi di SPBU itu habis, karena sebagian besar disedot mobil orang mampu.
Anggota DPRD/pengamat ekonomi di Malut, Rusihan melihat penerapan aplikasi my pertamina dalam pembelian BBM bersubsidi di SPBU agak merepotkan masyarakat, tetapi karena tujuannya baik maka harus didukung dengan catatan dalam penerapannya tidak kaku.
Misalnya jika ada supir angkutan kota yang tidak memiliki smartphone untuk mendaftar diaplikasi my pertamina, harus tetap dilayani saat membeli BBM bersubsidi di Pertamina karena yang bersangkutan berhak atas BBM bersubsidi itu.
Pengawasan penerapan aplikasi my pertamina dalam pembelian BBM bersubsidi di SPBU harus disertai pengawasan dari pihak terkait, karena tidak terutup kemungkinan orang mampu tetap dilayani membeli BBM bersubsidi di SPBU meski tidak terdaftar di aplikasi my pertamina karena main mata dengan petugas SPBU.
Hal lain yang harus disikapi pihak terkait, kata Pengamat Ekonomi dari Universitas Khairun Ternate, Nurdin Muhammad adalah pembelian BBM bersubsidi di SPBU yang menggunakan jerigen, seperti yang banyak terlihat hampir di seluruh SPBU di Malut selama ini.
Pembelian BBM bersubsidi di SPBU menggunakan jerigen, selain berpotensi BBM itu dijual kepada orang mampu, juga dapat mengakibatkan stok BBM bersubdisi di SPBU cepat habis, sehingga sangat merugikan masyarakat yang ingin membeli BBM bersubsidi.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu mengeluarkan regulasi yang lebih jelas mengenai larangan pembelian BBM bersubsidi di SPBU menggunakan jerigen, sehingga aparat berwenang memiliki landasan hukum untuk melakukan penindakan. (**)
Discussion about this post