Keributan di area tunnel seusai laga Persita Tangerang vs Malut United menyeret nama Yakob Sayuri ke dalam pusaran sanksi disiplin. Ironisnya, pemain yang menjadi korban perlakuan rasis justru menerima hukuman larangan bermain selama tiga pertandingan dari Komisi Disiplin (Komdis).
Insiden bermula ketika seorang individu tanpa identitas resmi tiba-tiba masuk ke area steril yang hanya boleh diakses pemain dan ofisial. Orang tersebut mengaku sebagai wartawan, namun tidak mengenakan ID card yang valid. Kehadirannya melanggar aturan keamanan pertandingan dan memicu ketegangan setelah ia merekam serta memprovokasi para pemain.
Melihat hal itu, Yakob Sayuri menegur dan meminta orang tersebut keluar dari area terbatas. Namun individu itu menolak dan justru melontarkan ucapan bernada rasis kepada Yakob. Keributan pun tak terhindarkan, menjadi awal dari rangkaian kejadian yang berujung pada sanksi terhadap pemain Malut United tersebut.
Belum sempat situasi mereda, beberapa ofisial Persita Tangerang yang juga tidak mengenakan ID card resmi ikut masuk ke dalam tunnel. Masuknya pihak-pihak tanpa identitas ini membuat area yang seharusnya steril menjadi penuh sesak dan tidak terkendali. Perdebatan semakin memanas dan suasana berubah tidak kondusif akibat kurangnya pengawasan terhadap kontrol akses di lokasi tersebut.
Di tengah kericuhan itu, Yakob Sayuri menjadi pihak yang paling dirugikan. Ia menerima ucapan rasis dari oknum tak dikenal, sebuah tindakan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan di sepak bola profesional. Alih-alih mendapatkan perlindungan atau dukungan atas perlakuan tersebut, Yakob justru dijatuhi sanksi larangan bermain tiga pertandingan.
Situasi kian disorot karena Malut United tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. Padahal Yakob merupakan pemain timnas yang selalu menunjukkan dedikasi tinggi bagi klub dan negara.
Di sisi lain, Persita Tangerang tidak menerima hukuman apapun dari Komisi Disiplin terkait insiden ini. Keputusan tersebut memunculkan tanda tanya dan kritik dari berbagai pihak yang menilai penegakan disiplin tidak berjalan secara proporsional.
Insiden ini kembali menjadi sorotan publik sekaligus mengingatkan pentingnya pengawasan area steril serta penegakan aturan pertandingan untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa mendatang. (**)

