SOFIFI- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Maluku Utara (Malut) akan melakukan intervensi program guna mengantisipasi anak tidak sekolah, apalagi jumlah anak tidak sekolah (ATS) di Malut masih cukup tinggi hingga tahun 2025.
“Berdasarkan data terbaru, tercatat sedikitnya 38 ribu anak di berbagai jenjang usia yang tidak mengikuti pendidikan formal di Malut,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Maluku Utara, DR Abubakar Abdullah dihubungi, Selasa.
Menurutnya, kelompok usia 7 hingga 17—18 tahun mendominasi angka tersebut, dengan sekitar 16 ribu anak yang tidak bersekolah.
Sedangkan, untuk jumlah anak putus sekolah mencapai sekitar 17 ribu, yang seluruh datanya kini terus disinkronkan melalui sistem Dapodik sebagai dasar pengambilan kebijakan pendidikan.
“Data ini harus masuk dalam Dapodik agar bisa kita intervensi dengan tepat. Selama angka ini belum ter-update dengan baik, program transformasi pendidikan juga sulit berjalan optimal,” ujar Abubakar.
Abubakara menjelaskan, salah satu upaya untuk menekan angka anak tidak sekolah adalah memperluas akses pendidikan melalui program Paket A, Paket B, dan Paket C. Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA, yang semuanya memungkinkan peserta didik memperoleh ijazah resmi tanpa harus mengikuti sekolah formal.
Namun, Abubakar mengakui bahwa pemanfaatan program paket masih rendah, dan sebagian anak belum mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan secara gratis.
Padahal, kata dia, sedikitnya 16 ribu siswa seharusnya dapat dijaring melalui program tersebut.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa masalah utama yang menyebabkan anak tidak sekolah adalah faktor ekonomi. Rata-rata pada usia 15 tahun, terdapat lebih dari 2 ribu remaja yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah atas. Sebagian besar memilih bekerja atau bahkan sudah menikah meskipun belum menuntaskan pendidikan.
Untuk mengatasi hal ini, Dinas Pendidikan Maluku Utara menyiapkan program pakaian gratis bagi siswa mulai tahun 2026 sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam meringankan beban orang tua, sekaligus mendorong angka partisipasi sekolah.
Selain itu, pemerintah juga akan memperkuat program berbasis literasi agar anak-anak yang rentan putus sekolah tetap mendapatkan akses pembelajaran dan dapat kembali ke jalur pendidikan formal maupun nonformal.
“Kita ingin memastikan bahwa seluruh anak mendapatkan hak pendidikan. Intervensi ini penting agar angka putus sekolah tidak terus meningkat,” tegas Abubakar.
Sehingga, kata dia, dengan sejumlah program strategis ini, Pemprov Maluku Utara berharap angka anak tidak sekolah dapat ditekan secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

