Oleh: Alfath
==============
Kabupaten Halmahera Utara dari daerah yang dahulu dikenal sebagai lumbung kelapa di timur Indonesia, menjadi saksi sejarah baru bagi sektor pertanian nasional di Maluku Utara menjelma menjadi episentrum baru industrialisasi kelapa.
Ini menjadi sebuah transformasi yang diyakini mampu mengubah wajah ekonomi daerah sekaligus mengangkat kesejahteraan petani dan mendongkrat pertumbuhan ekonomi di daerah kepulauan itu.
Hilirisasi kelapa ini terwujud setelah Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada Minggu, 26 Oktober 2025 secara resmi melepas ekspor perdana produk olahan kelapa asal Maluku Utara menuju pasar Tiongkok.
Produk-produk yang dikirim bukan lagi kopra mentah, melainkan hasil olahan bernilai tinggi seperti coconut milk, virgin coconut oil (VCO), dan berbagai turunan lainnya yang dihasilkan oleh PT NICO di Halmahera Utara.
“Kerennya, ekspor ini berasal dari Maluku Utara. Kita tidak lagi mengirim bahan mentah, tapi produk olahan. Ini langkah bersejarah yang dimulai dari daerah,” ujar Mentan Amran di hadapan petani dan pelaku industri lokal yang hadir menyaksikan momentum tersebut.
Bagi Amran, hilirisasi bukan sekadar jargon, tetapi jalan menuju lompatan besar ekonomi nasional. Ia memaparkan, ekspor kelapa Indonesia saat ini bernilai sekitar Rp24 triliun per tahun. Namun, jika diolah secara maksimal hingga ke tahap hilir, nilainya bisa melonjak 50–100 kali lipat, mencapai Rp1.000 triliun atau lebih.
“Ini adalah visi besar Presiden yang sedang kita wujudkan di Maluku Utara,” tegasnya.
Menurutnya, sektor kelapa menyimpan potensi luar biasa karena hampir seluruh bagiannya bisa diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi — mulai dari daging, air, tempurung, hingga serat sabutnya.
Contohnya sederhana namun mencolok, kelapa butir mentah hanya bernilai Rp3.000 per buah, tetapi jika diolah menjadi santan atau air kelapa kemasan, nilainya bisa melonjak menjadi Rp40.000–Rp50.000 per butir.
“Bayangkan perbedaan nilainya. Inilah pentingnya hilirisasi dan harga petani yang adil,” ujar Amran.
Dalam kunjungan kerjanya ke Halmahera Utara, Amran juga mengumumkan program pengembangan 10 ribu hektare kebun kelapa baru di Maluku Utara mulai tahun 2026. Program ini menjadi bagian dari strategi nasional memperkuat rantai pasok hilir berbasis daerah.
Di Halmahera Utara akan ada 5 ribu hektare, sisanya di kabupaten lain. Ini gratis untuk petani. Jika berhasil, kita akan tambah lagi.
Sehingga, Pemerintah juga menyiapkan bibit unggul, pupuk, dan akses permodalan. Kementan bahkan memperoleh tambahan anggaran Rp10 triliun untuk mendukung penyediaan bibit gratis bagi petani, termasuk di Maluku Utara.
Namun, Amran mengingatkan bahwa keberhasilan program ini bergantung pada satu hal keadilan harga bagi petani.
“Sekarang harga kelapa butir di petani hanya dua sampai tiga ribu rupiah. Kita minta pelaku industri menaikkan harga beli supaya petani untung. Jangan sampai nilai tambah berhenti di pabrik, kalau harga dinaikkan sedikit, saya bantu 10 ribu hektare untuk seluruh Maluku Utara,” janjinya dihadapan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda didampingi Bupati Halmahera Utara Piet Hein Babua bersama Forkompimda dan manajemen.
Produk kelapa tembus pasar Tiongkok
Dalam kesempatan yang sama, Mentan Amran juga melepas ekspor perdana produk olahan kelapa asal Maluku Utara ke Tiongkok, yang diproduksi oleh PT NICO. Ekspor ini meliputi coconut milk, virgin coconut oil (VCO), serta berbagai produk turunan lainnya seperti tepung kelapa, nata de coco, dan arang tempurung, yang kini telah menembus pasar Asia, Amerika, dan Eropa.
Ekspor ini berasal dari Maluku Utara. Kita tidak lagi mengirim bahan mentah, tapi produk olahan. Ini tonggak sejarah, karena hilirisasi kini sudah tumbuh sampai ke tingkat desa,” kata Mentan Amran.
Sehingga, nilai ekonomi kelapa dapat meningkat hingga seribu persen bila diolah. Bayangkan, kelapa butir hanya tiga ribu rupiah. Tapi kalau sudah jadi coconut milk atau coconut water, nilainya bisa mencapai empat puluh hingga lima puluh ribu per butir. Inilah pentingnya hilirisasi dan harga petani yang adil.
Menteri berujar, hilirisasi bukan sekadar soal ekspor, melainkan upaya membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa. Hilirisasi ini membuktikan bahwa desa bisa menembus pasar dunia. Dari Maluku Utara, kita buktikan Indonesia mampu bersaing di pasar global.
Sejalan arahan Presiden Prabowo Subianto, kata Amran, sangat jelas pertanian Indonesia tidak boleh berhenti di hulu. Petani harus menjadi bagian dari rantai nilai industri.
“Bapak Presiden menekankan agar petani merasakan langsung nilai tambah dari produk mereka. Tidak cukup hanya tanam, tapi juga olah dan jual dalam bentuk bernilai tinggi,” ujar Menteri asal Sulawesi Selatan itu,
Bagi Amran, hilirisasi bukan hanya strategi ekspor, tetapi juga pembangunan kemandirian ekonomi pedesaan.
Sebab, hilirisasi ini membuktikan bahwa desa bisa menembus pasar dunia. Dari Maluku Utara, kita buktikan Indonesia mampu bersaing di pasar global.
Kini, perubahan nyata sudah mulai terlihat. Keberadaan pabrik-pabrik pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco telah membuka ribuan lapangan kerja baru, memperkuat ekonomi lokal, serta menurunkan tingkat kemiskinan.
Perusahaan seperti ini harus kita jaga. Mereka membuka lapangan kerja, menurunkan kemiskinan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
Efek berganda dari hilirisasi terasa hingga ke warung-warung kecil di sekitar lokasi pabrik. Petani kini tidak lagi menunggu pembeli kopra, melainkan menjadi pemasok tetap untuk bahan baku industri lokal. Bagi mereka, hilirisasi bukan sekadar istilah ekonomi — melainkan perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kesuksesan ini, di mata Amran, tidak lepas dari peran Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda. Ia memuji kepemimpinan Sherly yang dinilai berhasil menciptakan ekosistem investasi yang mendukung pertumbuhan industri pengolahan kelapa di tingkat daerah.
“Terima kasih kepada semua pihak di Maluku Utara, mulai dari gubernur, bupati, hingga DPRD, yang bersama-sama mendorong industrialisasi kelapa,” kata Amran.
Sherly pun menegaskan komitmennya untuk memastikan hilirisasi berjalan efektif dan berkeadilan.
“Kita akan memastikan setiap proses hilirisasi berjalan baik, karena Pemprov akan berperan sebagai regulator yang berorientasi pada hasil yang mensejahterakan rakyat,” tutur sang Gubernur perempuan pertama Maluku Utara itu,
Ia optimistis bahwa dengan tambahan 10 ribu hektare lahan baru dan harga beli yang lebih baik, kesejahteraan petani akan meningkat signifikan.
“Potensi kita luar biasa, lebih dari 150 ribu hektare kelapa produktif. Dengan dukungan pusat, petani Maluku Utara akan naik kelas,” tambah istri mendiang Benny Laos.
Sherly Tjoanda menyatakan bahwa pemerintah provinsi berkomitmen untuk menjadi regulator yang responsif terhadap pengembangan “emas hijau” tersebut.
Sherly memastikan setiap proses hilirisasi berjalan baik, karena Pemprov akan berperan sebagai regulator yang berorientasi pada hasil yang mensejahterakan rakyat dan menyebut, Maluku Utara memiliki potensi besar dengan lebih dari 150 ribu hektare kelapa produktif. Dengan tambahan 10 ribu hektare kebun baru dari Kementan dan peningkatan harga beli, kesejahteraan petani diyakini akan meningkat signifikan.
“Potensi kita luar biasa. Dengan dukungan pemerintah pusat dan industri, kelapa akan menjadi motor ekonomi baru Maluku Utara,” tutup Sherly.
Bupati Halmahera Utara, Piet Hein Babua, juga mengucapkan terima kasih atas perhatian pemerintah pusat terhadap sektor kelapa.
“Kami sangat mengapresiasi langkah Pak Mentan. Inovasinya dalam meningkatkan level pertanian Indonesia kami dukung penuh. Dan hal ini sejalan dengan apa yang kami inginkan dari daerah, yaitu mensejahterakan petani,” ucap Piet Hein.
Kehadiran PT NICO dan PT Dewa Coco telah membuka ribuan lapangan kerja baru, memperkuat ekonomi lokal, serta menurunkan tingkat kemiskinan, termasuk para petani kelapa di Halmahera Utara.
Asril misalnya, seorang petani kelapa asal Tobelo, Halmahera Utara merasa senang kehadiran investor melirik potensi buah kelapa di daerahnya, karena berdampak terhadap taraf hidup petani.
“Kehadiran investor, tentu berdampak pada pendapatan petani, karena harga kelapa per buah yang dijual di berbagai pengusaha pengumpul hasil bumi hanya sekitar Rp2.400 per buah, tetapi dengan kehadiran perusahaan ini, mereka membelinya di atas Rp3.000 per buah dan kelapa mereka langsung ambil di kebun,” tuturnya bersemangat.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, Maluku Utara memiliki 158.953 hektare lahan kelapa produktif dengan produksi lebih dari 1,02 miliar butir per tahun. Sekitar 76 persen dari jumlah itu telah diserap oleh industri pengolahan lokal.
Namun, masih ada ruang besar untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok dan memperluas ekspor produk turunan dan tidak boleh hanya menjual kopra. Ke depan, kita ekspor coconut milk, coconut chips, hingga coconut flour. Ini akan meningkatkan devisa dan menekan kemiskinan di pedesaan. (**)

