JAKARTA — Kasus Tindak Pidana Perdangangan Orang (TPPO) dugaan Eksploitasi Anak Dibawah Umur yang terjadi di Kabupaten Halmahera Utara bakal dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Hal ini menyusul kasus yang ditangani Satreskrim Polres Halmahera Utara itu disebut belum tuntas siapa pelaku utama yang mempekerjakan anak di tempat hiburan malam Cafe Number One tersebut.
Koordinator Pegiat Praktisi Hukum Indonesia (PPHI), Yohanes Masudede S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus ini memenuhi unsur TPPO berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor (No) 21 tahun 2007. Ini terungkap setelah PPHI menerima aduan dari keluarga korban.
“Kami menemukan adanya dugaan kuat praktik perekrutan tenaga kerja tanpa izin resmi yang berujung pada eksploitasi. Ini memenuhi unsur – unsur tindak pidana perdangangan orang,” ujar Yohannes Masudede dalam keterangannya, Jumat (24/10/2025).
Ia mendesak Satreskrim Polres Halmahera Utara agar segera menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk dugaan keterlibatan oknum politisi dalam kasus eksploitasi anak dibawah umur ini. “Kami berharap Polri segera menindaklanjuti laporan ini dengan penyelidikan transparan dan serius. Negara harus hadir melindungi warga (anak – anak) dari praktik perdangangan manusia,” tegas Yohannes Masudede.
Selain ke Bareskrim Polri, PPHI juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Untuk memastikan pemulihan bagi korban serta mencegah terulangnya praktik serupa di wilayah Halmahera Utara.
Sebelumnya, Satreskrim Polres Halmahera Utara telah menetapkan 2 orang tersangka dalam kasus TPPO ini. Keduanya adalah manajer Cafe, YL (45), dan karyawan Cafe, FKG (17), atas dugaan mempekerjakan anak dibawah umur. Hal ini terungkap saat petugas melaksanakan razia di Cafe Number One di desa Wosia, Kecamatan Tobelo, Kota Tobelo, pada 2024 lalu.
Usut punya usut ternyata Cafe Number One adalah milik Aksandri Kitong, oknum anggota DPRD Provinsi Maluku Utara. Aksandri Kitong bahkan sudah terhitung 2 kali diperiksa sebagai saksi oleh Satreskrim Polres Halmahera Utara dalam kasus ini.
Pemeriksaan terhadap Aksandri Kitong ini mendapat tanggapan dari Praktisi Hukum, Agus R. Tampilang. Ia mengatakan, kasus TPPO adalah bentuk kejahatan berat karena korbannya tentu mengalami penderitaan psikis, mental, seksual, ekonomi maupun sosial akibat dari itu. Sebagaimana yang telah termaktub dalam UU No 21 tahun 2007, yang di dalamnya menegaskan, setiap orang terlibat dalam praktik tersebut harus ikut dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Di dalam Undang-undang TPPO (Nomor 21 tahun 2007) ini menjerat siapa saja yang terlibat, termasuk orang yang menyediakan tempat untuk dieksploitasinya seseorang itu juga dapat dijerat,” kata Agus, Rabu (20/8/2025) lalu di Ternate.
Lanjut dia, terlebih lagi Polres Halmahera Utara sudah menetapkan manajer Cafe, YL (45) dan karyawan Cafe, FKG (17) sebagai tersangka, maka penyidik juga harus mendalami keterlibatan Aksandri Kitong selaku pemilik Cafe Number One apalagi yang bersangkutan sudah 2 kali diperiksa.
“Perbuatan melawan hukum ada 2 yang pertama secara formil, nah dalam kasus ini yakni perbuatan melawan Undang – Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang, dan yang kedua, perbuatan hukum materiil yaitu kepatutan, maka yang bersangkutan ini bisa dijerat sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana karena telah memberikan/menyediakan tempat sebagaimana yang diatur dalam pasal 55 KHUP, ini berarti yang bersangkutan (AK) ini sudah bisa dijerat karena sebagai penyedia tempat. Maka dari itu saya meminta kepada penyidik untuk mengembangkan kasus ini karena sangat ganjil, kok orang yang menyediakan tempat tidak dijerat atau tidak dimintai pertanggungjawaban hukum,” ujar Agus.
Mantan Jurnalis itu mengatakan, jika Aksandri Kitong selaku pemilik Cafe Number One tidak ditetapkan sebagai tersangka maka jangan heran kalau nanti ada asumsi liar di masyarakat bahwa penyidik dituding sengaja pilih kasih dalam penegakkan hukum bahkan ada standar ganda yang diterapkan.
“TPPO itu adalah termasuk pidana serius, tindak pidana luar biasa, jadi siapa saja yang terlibat dalam transaksi tersebut termasuk penyedia tempat. Jadi di situ kalau dia yang menyediakan tempat maka otomatis penyedia harus memintai pertanggungjawaban hukum, karena dia telah membiarkan atau melegalkan perbuatan itu terjadi, Cafe tersebut itu izinnya bukan untuk transaksi seksual di situ kenapa dia biarkan. Kalau memang dia tidak biarkan kenapa dia tidak memasang larangan,? kenapa dia tidak menegur,? apakah dia perna tegur? nah ini yang bisa dikembangkan oleh penyidik untuk mencari tahu keterlibatan yang bersangkutan dalam hal melakukan penyelidikan atau untuk membuat terangnya perkara tersebut.”
“Penyidik harus mengembangkan melalui dua tersangka itu. Kalau dua tersangka itu menyebut kalau tidak ada teguran dan lain sebagainya kemudian tempat tersebut sudah berulangkali terjadi transaksi seksual di situ maka sudah jelas – jelas penyidik juga harus menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tegas Agus mengakhiri.
Sementara itu, LR (40) orang tua dari salah satu korban berharap kasus tersebut diproses sampai tuntas. Dia bahkan mengadu ke Kapolri. “Kami selaku keluarga korban juga meminta bapak Kapolri melihat kasus ini agar diproses seadil – adilnya,” harap dia.
Kasat Reskrim Polres Halmahera Utara, IPTU Sofyan Torid ketika dikonfirmasi publikmalutnews.com Senin (27/10/2025) mengaku hingga saat ini belum ada penambahan tersangka baru. “Untuk perkembangannya sampai saat ini belum ada tersangka baru,” kata dia.
Ia tak menjawab pertanyaan mengenai alasan belum ditetapkannya pemilik Cafe Number One Aksandri Kitong sebagai tersangka yang sudah 2 kali diperiksa itu. **
