TERNATE – Keputusan Pemerintah Kota Ternate menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri mendapat apresiasi dari Nadhir Wardhana Salama, CEO Beyond Health Indonesia dan Wakil Kepala Research & Policy Center (RPC) ILUNI FKM UI.
Ia menyebut langkah ini penting untuk melindungi masyarakat, karena penyakit menular seperti difteri bisa menyebar cepat dan menimbulkan dampak serius pada kesehatan publik.
“Penetapan KLB di Ternate adalah tindakan tepat dan menunjukkan komitmen pemerintah daerah terhadap keselamatan masyarakat,” ujar Nadhir.
Ia menekankan, tidak semua daerah berani mengambil langkah ini meskipun data epidemiologi sudah jelas. “Ada kepala daerah yang menunda atau enggan menetapkan KLB karena alasan beban anggaran daerah, citra politik, hingga kerumitan administrasi. Padahal, dalam konteks kesehatan masyarakat, keterlambatan seperti ini bisa memperbesar risiko penularan, meningkatkan angka kesakitan, dan bahkan menambah angka kematian,” jelasnya.
Dari perspektif kesehatan masyarakat, difteri bukan hanya masalah klinis, tetapi isu sistemik yang menyangkut cakupan imunisasi, kesadaran masyarakat, akses layanan kesehatan, serta kesiapsiagaan surveilans dan laboratorium. KLB difteri di Ternate, menurut Nadhir, menjadi pengingat bahwa masih ada celah dalam cakupan imunisasi anak dan booster, serta perlunya komunikasi publik yang efektif agar masyarakat tidak menolak vaksinasi.
Ia menambahkan, sesuai UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, penanggulangan wabah dan KLB tidak boleh dilihat sebagai beban politik atau fiskal semata, melainkan kewajiban negara untuk menjamin hak kesehatan warganya.
UU tersebut juga menegaskan bahwa penanganan harus mencakup tahap pra-KLB (pencegahan, edukasi, vaksinasi), saat KLB (respons cepat, isolasi, pelacakan kontak, pemberian antibiotik dan antitoksin), hingga pasca-KLB (pemulihan layanan dan evaluasi).
“Respons cepat Pemkot Ternate harus dijadikan contoh bagi daerah lain. Prinsip utama kesehatan masyarakat adalah mencegah lebih baik daripada mengobati. Semakin cepat KLB ditetapkan, semakin cepat pula sumber daya bisa dimobilisasi, sehingga dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi dapat diminimalisir,” tegas Nadhir.
Ia menutup dengan pesan bahwa KLB adalah cermin ketahanan sistem kesehatan masyarakat. Jika ditangani transparan, kolaboratif, dan berbasis ilmu, maka masyarakat akan terlindungi, kepercayaan publik meningkat, dan risiko krisis kesehatan yang lebih luas bisa dicegah. (**)