Publikmalutnews.com
Sabtu, September 13, 2025
  • Berita
    • Advertorial
    • Olahraga
    • Opini
    • Promo News
  • Kota
    • Ternate
    • Tidore
  • Daerah
    • Halmahera Barat
    • Halmahera Selatan
    • Halmahera Tengah
    • Halmahera Timur
    • Halmahera Utara
    • Morotai
    • Sofifi
    • Sula
    • Taliabu
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukrim
  • Nasional
  • Nusantara
  • Video
No Result
View All Result
  • Berita
    • Advertorial
    • Olahraga
    • Opini
    • Promo News
  • Kota
    • Ternate
    • Tidore
  • Daerah
    • Halmahera Barat
    • Halmahera Selatan
    • Halmahera Tengah
    • Halmahera Timur
    • Halmahera Utara
    • Morotai
    • Sofifi
    • Sula
    • Taliabu
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukrim
  • Nasional
  • Nusantara
  • Video
No Result
View All Result
Publikmalutnews.com
No Result
View All Result
Home Berita Opini

HUDA RARU SAYA

(Menyetir Tradisi, Menjaga Masa Depan)

Redaksi by Redaksi
September 13, 2025
in Opini
0
HUDA RARU SAYA

Di tanah Hiri yang berangin laut dan berakar sejarah, sagu setir atau Huda Raru Saya lahir dari tangan-tangan perajin yang sabar dan penuh cinta.

Dibentuk menyerupai setir mobil, pangan ini bukan sekadar kudapan, melainkan simbol kendali tentang arah hidup, tentang pulang ke akar, dan tentang bagaimana tradisi bisa menjadi kemudi masa depan.

Namun, di era sekarang, Huda Raru Saya mulai mengalami kepunahan. Bukan karena hilangnya rasa, melainkan karena persoalan bahan baku yang kian langka, serta lemahnya pasar dan pemasaran.

Padahal, secara filosofis dan fungsional, sagu adalah warisan budaya sekaligus penyangga ketahanan pangan lokal. Ia tumbuh di tanah marginal, bebas gluten, ramah iklim, dan telah menjadi sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Maluku Utara selama berabad-abad.

Sagu setir adalah inovasi lokal yang menggabungkan fungsi, bentuk, dan filosofi. Ia mengandung cerita tentang kreativitas perempuan, tentang cetakan tanah liat dari Pulau Mare, dan tentang tangan-tangan seperti milik Ainun Boli dan Sarifa yang menjaga tradisi tetap hidup. Ia hadir dalam acara camping, dalam piring-piring sederhana, dan dalam narasi kuliner yang belum banyak dikenal dunia luar.

Melihat dari sudut pandang budaya, Huda Raru Saya adalah identitas. Ia bagian dari ritual, perayaan, dan keseharian. Melestarikannya berarti menjaga narasi leluhur tetap hidup di lidah generasi muda.

Dari sisi ketahanan pangan, sagu adalah solusi lokal yang tangguh di tengah krisis pangan global. Ia tidak membutuhkan perawatan intensif, dan bisa menjadi alternatif beras yang lebih sehat dan berkelanjutan. Secara ekonomi, sagu setir melibatkan rantai produksi yang luas—dari petani singkong, pengrajin cetakan, hingga pelaku UMKM. Namun potensi pasarnya belum tergarap maksimal karena minimnya promosi dan inovasi produk.

Untuk itu, perlu langkah-langkah konkret: revitalisasi bahan baku melalui program penanaman singkong dan sagu secara terintegrasi diversifikasi bentuk dan rasa Huda Raru Saya agar sesuai dengan selera pasar modern pemasaran digital berbasis e-commerce dan storytelling visual serta penguatan peran komunitas kreatif dalam mendesain kemasan dan narasi budaya.

Pemerintah dapat menyediakan alat pengolahan dan pelatihan, akademisi bisa melakukan riset dan dokumentasi, dan generasi muda dapat menjadi duta pangan lokal melalui konten digital dan kampanye sosial.

Huda Raru Saya bukan hanya pangan, ia adalah arah. Ia mengajarkan bahwa kendali masa depan bisa dimulai dari rasa yang sederhana, dari tangan perajin, dari tanah yang tak pernah lelah memberi. Melestarikan sagu setir berarti menyetir ulang arah pembangunan dari konsumsi global ke kemandirian lokal, dari nostalgia ke inovasi, dari kenangan ke harapan.

Kata ketua komunitas film LXSECOND : Sukarman Hirto
“Di balik spiral sagu setir dan tanah rumah bakar, tersimpan filosofi ketahanan yang tak tergoyahkan. Ini bukan sekadar pangan, tapi jejak kemandirian, warisan ekologi, dan harapan ekonomi lokal. Ketahanan pangan nasional dimulai dari sini—dari tanah, tangan, dan tradisi yang tak pernah padam.” Lanjut dia
“Mari kita bangkitkan kembali Pangan Lokal yang makin Punah”.

Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XX1 memberikan bantuan melalui program Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan (Banpem FPK), yaitu bantuan dana kepada perseorangan, komunitas, lembaga, atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang kebudayaan, untuk melaksanakan berbagai kegiatan seperti festival, pameran, seminar, lokakarya, upacara adat, hingga dokumentasi karya budaya.

Bantuan ini bertujuan untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan Indonesia, serta mendukung para pelaku budaya untuk terus berkarya.
Siapa yang berhak menerima bantuan? Perseorangan (individu), Komunitas budaya, Lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang kebudayaan.
Untuk apa bantuan ini digunakan?

Previous Post

Satgas PKH Kuasai Lahan Seluas 674.178,44 Hektare dari 245 Perusahaan, Termasuk di Maluku Utara

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

  • HUDA RARU SAYA
  • Satgas PKH Kuasai Lahan Seluas 674.178,44 Hektare dari 245 Perusahaan, Termasuk di Maluku Utara
  • Kapolda Maluku Utara Hadiri Penutupan Kaiyasa Open Tournament 2025
  • Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku Bersama Warga Atasi Insiden Mobil Tangki di SPBU Pulau Makian
  • Ambulans NHM Peduli Siaga 24 Jam untuk Masyarakat Lingkar Tambang

Recent Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Police

No Result
View All Result
  • Berita
    • Advertorial
    • Olahraga
    • Opini
    • Promo News
  • Kota
    • Ternate
    • Tidore
  • Daerah
    • Halmahera Barat
    • Halmahera Selatan
    • Halmahera Tengah
    • Halmahera Timur
    • Halmahera Utara
    • Morotai
    • Sofifi
    • Sula
    • Taliabu
  • Politik
  • Ekonomi
  • Hukrim
  • Nasional
  • Nusantara
  • Video