HALMAHERA- Sejumlah komunitas dari Komunitas Sepakbola Nasional (KSN) memanfaatkan momentum HUT Kemerdekaan RI ke-80 dengan cara membagikan sebanyak 1500 bendara merah-putih di wilayah Terdepan, Terpencil, Tertinggal (3T) Pulau Halmahera, Maluku Utara (Malut).
“Kami menyesuri daerah kepulauan dimulai dari Papua hingga ke kawasan 3T Pulau Halmahera dengan membetangkan merah putih sepanjang 50×30 meter,” kata Koordinator KSN, Sarman Al Hakim kepada ANTARA, Minggu.
Menurut dia, setelah melakukan perjalanan dari Sorong Provinsi Papua Barat Daya, sehingga ke kawasan 3T Malut seperti Weda, Patani, Sofifi dan Tidore Kepulauan.
Sehingga, momentum HUT Proklamasi dan Sumpah Pemuda akan dilanjutkan perjalanannya ke wilayah Malut.
Pihaknya menyerahkan sekitar 1500 buah bendera merah putih disalurkan ke warga di pesisir Pulau Halmahera.
Menurut dia, alasan mengambil rute di Papua dan Malut karena ini merupakan perjalanan sejak 15 tahun dengan tema menjahit nusantara.
Meskipun terkendala, kata dia, pihaknya sempat terkendala karena mobil bermasalah dan perjalanan harus melalui antar-pulau, sehingga rencana ke Bitung Sulawesi Utara batal.
Sarman Al Hakim mengatakan, jelajahi ribuan kilometer dukung Pertamina dan Sepak Bola Nasional merupakan cara dalam menyambut HUT RI ke-80 dan mendukung Instruksi Presiden Nomor 3 tentang sepak bola nasional, Koordinator Masyarakat Sepak Bola Indonesia (MSBI), Sarman Alhakim, melakukan perjalanan panjang lintas pulau untuk mengampanyekan peran vital Pertamina sebagai BUMN penyedia energi dari Sabang hingga Merauke.
Dirinya mengatakan, saat di Sorong, melihat langsung manfaat kehadiran Pertamina: jalan beraspal, SPBU beroperasi dan harga BBM setara dengan daerah lain.
Baginya, perjalanan ini bukan sekadar kampanye, tapi wujud pengabdian untuk memastikan energi terjangkau hingga ke wilayah 3T di Papua maupun wilayah Malut.
Keputusan Sarman berangkat bermula dari kegelisahannya terhadap tuduhan pengoplosan BBM jenis Pertalite yang sempat mencuat.
“Saya tidak terima. Kalau tidak ada Pertamina, dari mana rakyat bisa beli BBM, Siapa lagi yang bisa layani kita dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
Perjalanan Sarman dimulai dari Jakarta melalui jalur darat menuju Surabaya, lalu menyeberang ke Ambon, Baubau, hingga Sorong. Dari sana ia menggunakan kapal feri ke Halmahera, melanjutkan ke Ternate, Makassar, Balikpapan, kembali ke Surabaya, dan akhirnya pulang ke Jakarta.
Selama perjalanan, ia tidur di mobil, menumpang di rumah kerabat, atau sesekali menginap di penginapan sederhana.
“Kadang terhambat cuaca, jadwal kapal, atau kondisi kesehatan. Tapi semua itu bagian dari perjuangan dan tantangan lain datang dari penolakan keluarga, keterbatasan biaya, dan budaya curiga masyarakat. Begitu kita ajukan proposal, independensi kita langsung dipertanyakan. Jadi saya pilih jalan sendiri,” katanya. (**)