TERNATE- Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, DR Asrul Gailea, merespons serius masukan Anggota DPD RI asal Maluku Utara, DR. Graal Taliawo, terkait tingginya tingkat kerawanan pangan di 49 kecamatan pada delapan kabupaten di Maluku Utara.
Dalam pernyataannya, Graal meminta Pemerintah Provinsi Maluku Utara segera mengambil langkah strategis, termasuk mengaktifkan kembali tanaman pangan lokal sebagai alternatif bahan konsumsi selain beras.
Ditemui di sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Maluku Utara yang digelar di Hotel Dafam, Ternate, Jumat (25/4), Kadis Pertanian Asrul Gailea mengamini pandangan Senator Graal.
Asrul Gailea menyebut, ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan pangan dari luar daerah sudah berlangsung lama dan perlu segera diatasi.
“Masukan dari Pak Graal sangat rasional. Konsumsi pangan kita masih sangat bergantung dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Kita perlu mengubah pola pikir agar Maluku Utara ke depan lebih mandiri dalam penyediaan pangan,” ujar Asrul kepada media.
Asrul menekankan pentingnya pengembangan pangan lokal seperti ubi jalar, ubi kayu, sagu, jagung, pisang, dan sukun yang dinilai cocok dengan struktur tanah dan iklim di wilayah Maluku Utara. Menurut data Dinas Pertanian, 85 persen kebutuhan beras Malut masih dipasok dari luar daerah, sedangkan produksi lokal hanya mencukupi 15 persen konsumsi masyarakat.
“Pangan lokal ini bisa jadi solusi untuk menekan kerentanan pangan. Tapi dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendorong produktivitas sektor pertanian,” jelasnya.
Asrul juga menegaskan pentingnya penanganan serius dari seluruh pihak terkait karena isu pangan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pihaknya berencana menyelenggarakan Musrenbang Pertanian dalam waktu dekat guna merumuskan program prioritas tahun 2026 sejalan dengan visi Maluku Utara Bangkit yang diusung Gubernur Sherly dan Wakil Gubernur Sarbin.
“Dengan visi itu, kami ingin ada perubahan mendasar di sektor pertanian, mulai dari pangan, hortikultura, peternakan, hingga infrastruktur pertanian seperti jalan tani. Kami harap kabupaten/kota ikut aktif mengembangkan budidaya tanaman pangan lokal,” tambah Asrul.
Sebelumnya, Senator Graal Taliawo mengingatkan bahwa jika standar pangan hanya diukur dari ketersediaan beras, maka Maluku Utara akan terus berada dalam posisi rentan. Ia menyebut hanya dua kabupaten, yakni Halmahera Timur dan Halmahera Utara, yang menjadi sentra produksi beras di wilayah ini, dan kapasitas keduanya belum mencukupi kebutuhan masyarakat.
“Jika kita terus mengandalkan Surabaya dan Sulawesi untuk pasokan beras, maka ketahanan pangan kita sangat lemah. Tapi bukan berarti kita menolak beras dari luar, hanya saja perlu ada strategi dari Dinas Pangan dan Dinas Pertanian untuk mendorong masyarakat mengembangkan pangan lokal,” tegas Graal.
Ia pun mencontohkan Desa Sowoli di Haltim, di mana masyarakat masih mengonsumsi pisang dan kasbi ketika tidak ada beras. Oleh karena itu, Graal berharap ada langkah konkret dan kerja sama antara dinas teknis di provinsi dan kabupaten/kota dalam membangun ketahanan pangan berbasis kearifan lokal. (**)
Discussion about this post