Di tengah gemerlap takbir yang mulai menggema menyambut Idul Fitri 1446 H, ada suasana lain yang tak kalah khusyuk di beberapa sudut Kota Ternate dan wilayah lain di Maluku Utara.
Di saat umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, saudara-saudara umat Hindu juga tengah bersiap memasuki keheningan total Hari Raya Nyepi, Tahun Saka 1947.
Momentum langka ini menjadi pertemuan dua tradisi besar dalam kehidupan umat beragama di Indonesia.
Bagi, Ketua Forum Umat Beragama (FKUB) Maluku Utara, DR Adnan Mahmud, bersamaan waktunya dua perayaan sakral ini bukan sekadar kebetulan, tetapi juga kesempatan emas untuk memperkokoh toleransi dan harmoni antar umat beragama.
Bagi umat Islam, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kasih sayang, rahmat, dan ampunan.
Dalam ajaran Islam, puasa memiliki tiga fase: 10 hari pertama sebagai rahmat, 10 hari kedua sebagai magfirah (ampunan), dan 10 hari terakhir sebagai pembebasan dari api neraka.
Di tahap akhir ini, semangat berbagi dan solidaritas sosial semakin dikuatkan.
Di sinilah, nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam bertemu dengan esensi Nyepi yang dijalani umat Hindu—sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan, keheningan, dan pengendalian diri.
Di Maluku Utara, menurut DR Adnan yang juga pentolan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini, keberagaman telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Tahun ini, dengan berdekatan waktunya Idul Fitri dan Nyepi, harmoni itu semakin terasa nyata. Umat Islam memahami bahwa Nyepi adalah momen sakral bagi umat Hindu yang membutuhkan ketenangan.
Di sisi lain, umat Hindu juga menunjukkan rasa hormat terhadap umat Islam yang merayakan Idul Fitri dengan kegembiraan.
Momentum ini menjadi pengingat bahwa keberagaman bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan harus dirayakan. Di tengah berbagai dinamika sosial dan politik, persatuan dalam keberagaman menjadi kunci utama dalam menjaga kedamaian.
Di Kota Ternate, beberapa komunitas lintas agama berinisiatif untuk saling mendukung.
Sejumlah tokoh agama dan masyarakat mengadakan dialog dan silaturahmi, memastikan bahwa perayaan ini berjalan dengan damai tanpa ada yang merasa terganggu.
Bagi umat Islam, semangat berbagi di akhir Ramadhan juga bisa meluas, tidak hanya kepada sesama Muslim tetapi juga kepada saudara-saudara dari agama lain.
Begitu pula umat Hindu, dalam perayaan Nyepi, turut mendoakan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Kehidupan beragama di Maluku Utara telah melalui berbagai dinamika.
Namun, kesadaran bahwa kemajemukan adalah sunnatullah—ketetapan Tuhan—menjadi pilar utama dalam menjaga keharmonisan.
Ketika Idul Fitri dan Nyepi berdekatan, masyarakat diberi kesempatan untuk melihat bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang untuk saling memahami dan menghormati.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali dipenuhi ketegangan akibat perbedaan, Maluku Utara menunjukkan bahwa kebersamaan tetap bisa dirajut dalam bingkai toleransi.
Dua hari raya yang berdekatan ini bukan hanya tentang dua komunitas, tetapi tentang sebuah pesan universal: bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga, dirawat, dan diwariskan untuk generasi mendatang. (**)
Discussion about this post