MABA- Pasangan Ubaid – Anjas dinilai hanya mencari pembenaran untuk menutupi ketidakmampuan dalam mengoperasikan Bandara Buli, karena dianggap “bolohi” (lemah-red) untuk melakukan lobi-lobi.
Sebab sebagai bandara yang masuk di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN), harusnya pemda tidak kesulitan mengoperasikan Bandara Buli, karena mendapat pengawalan langsung dari pemerintah pusat melalui PSN. Yang jadi masalah justru kemampuan lobi dari kepala daerah untuk meyakinkan pemerintah pusat dan investor penerbangan, bukan soal uang.
“Berapa banyak bandara-bandara di Indonesia yang masih disubsidi pemerintah pusat. Apalagi Buli sudah masuk daerah kawasan PSN (Proyek Strategis Nasional) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022. Dengan dasar ini, harusnya tidak sulit bagi pemerintah pusat untuk menyubsidi bandara Buli,” kata Hairul, salah mahasiswa Buli di Ternate.
“Mungkin saja, pemerintah pusat tidak yakin dengan lobi pemda sehingga masih enggan memberikan subsidi, atau pemda yang tidak punya kemampuan lobi. Apalagi Pemda Haltim saat ini suka menutup diri, sehingga jalur koordinasi selalu tertutup,” ujarnya menambahkan.
Keberadaan Bandara Buli yang sudah tidak aktif sejak Ubaid – Anjas memimpin Halmahera Timur (Haltim), menjadi topik yang muncul saat debat Pilkada Haltim yang berlangsung beberapa hari lalu di Kantor Camat Wasile, Subaim.
Saat debat berlangsung, calon wakil bupati nomor urut satu, H. Thaib Djalaludin, menyoroti Bandara Buli yang sudah tidak aktif. Menurut H. Thaib, ini menjadi kemunduran Haltim, bandara yang sebelumnya baik tiba-tiba jadi mundur seperti ini.
“Mohon maaf kepada pak bupati, karena penutupan bandara ini terjadi di masa anda. Harusnya anda memberikan perhatian ke bandara Buli, karena bandara ini merupakan icon Halmahera Timur, dan fungsinya sangat bermafaat buat masyarakat,” kata H. Thaib.
H. Thaib Djalaludin mengaku optimis bisa menyelesaikan persoalan di Bandara Buli, selama pemerintah tidak takut dengan syarat yang diajukan maskapai. Caranya pun sangat mudah, tinggal dilakukan koordinasi dengan berbagai pihak, terutama pihak perusahaan tambang yang beroperasi di Haltim, mereka inilah yang bisa diandalkan untuk menggunakan bandara.
Menanggapi hal itu, Anjas Taher mengaku sudah sering kali melakukan koordinasi dengan pihak maskapai dan kementerian, tapi msalahnya ada di mekanisme pasar. Makanya kata Anjas, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu mekanisme pasar sambil berharap ada penurunan hitungan dari maskapai.
“Kami sudah bicara dengan Wings, mereka patok tiket sampai satu koma tiga juta. Selain itu mereka juga minta jaminan sebesar satu miliar. Ini yang sulit dipenuhi,” (tim)
Discussion about this post