MABA- Pemerintahan Ubaid Yakub-Anjas Taher kembali menyeruak ke permukaan seiring gagalnya mereka menyelesaikan tuntutan penolakan dari masyarakat Buli.
Meski saat ini, perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Buli dengan luas konsesi 4.953 hektare itu tidak beroperasi, namun peluang untuk tetap beroperasi sangat terbuka.
Maka, harapan warga kini dicurahkan sepenuhnya ke pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Haltim nomor urut satu, M. Farrel Adhitama – Hi. Thaib Djalaluddin (Farrel – Jadi), untuk melawan perusahaan tersebut. Sebagai pendatang baru, Farrel dianggap tidak memiliki beban moril dengan PT Priven Lestari, sehingga bisa memberikan solusi terbaik.
“Tidak mungkin kami berharap ke petahana, karena mereka juga bagian dari masalah ini. Hanya Farrel jadi tumpuan terakhir kami untuk menyelesaikan masalah PT Priven,” kata salah satu warga Buli.
Sekadar mengingatkan, upaya masyarakat Buli mempertahankan keberadaan Gunung Wato-wato tak pernah surut. Tahun lalu, saat tidak mendapat respon dari Pemda Haltim yang dipimpin Ubaid – Anjas, dengan modal sendiri, masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-wato didampingi sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Forest Watch Indonesia, dan sejumlah organisasi mahasiswa Maluku dan Maluku Utara datang ke Jakarta.
Mereka mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, mengevaluasi izin perusahaan karena rawan merusak lingkungan dan tak mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan. Masyarakat juga menuntut pencabutan izin konsesi perusahaan nikel di Halmahera Timur ini ke Kementerian ESDM.
Saat ini Halmahera Timur mengoleksi 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektare. Jika ditambah kehadiran PT Priven Lestari dengan luas konsesi 4.953 hektare, maka nasib masyarakat di Kecamatan Maba dengan jumlah penduduk 13.195 jiwa dari 10 desa akan terancam. Apalagi luas wilayah Kecamatan Maba hanya 385,55 kilometer persegi.
Asal muasal lahirnya PT Priven Lestari ini muncul karena adanya rekomendasi arahan penyesuaian areal lUP PT Priven Lestari seluas 4.953 hektare, terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Timur 2010-2029 yang diterbitkan tahun 2018 oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah, Ricky Chairul Richfat, yang kini menjabat Sekda Haltim.
Penyesuaian itu bertentangan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Halmahera Timur Tahun 2010-2029, dimana pada Pasal 14 point (9) huruf (c), dijelaskan bahwa areal konsesi PT Priven Lestari terdapat sumber mata air yang ditetapkan sebagai pengembangan sumber daya air bersih untuk perkotaan Buli.
Sementara dalam pasal 16-22, Rencana Pola Ruang Kabupaten Halmahera Timur, terdiri dari Kawasan Lindung dan Budidaya. Kawasan lindung terdiri atas; Hutan lindung, Perlindungan setempat; dan Suaka alam. Sementara, letak peta IUP PT. Priven berada pada kawasan lindung, di antaranya; hutan lindung, sumber mata air, kawasan longsor dan banjir.
Asal tahu saja, Gunung Wato-wato merupakan benteng terakhir, atau ruang yang tersisa di Halmahera Timur setelah beberapa wilayah di sekelilingnya diporak-porandakan oleh perusahaan pertambangan nikel. (***)
Discussion about this post