TERNATE, MPe — Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tobelo, meminta, Polda Maluku Utara (Malut) agar membuka kembali, melanjutkan proses hukum terhadap kasus dugaan pengancaman dengan terlapor Bupati Halmahera Utara (Halut), Frans Manery.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Malut yang sebelumnya menangani kasus tersebut diminta kembali melanjutkan penyidikan pada kasus yang dihentikan baru – baru ini dengan pendekatan restorative justice (RJ).
Kader GMKI Cabang Tobelo, Edward Lahengko, mengatakan, mewakili organisasi mengaku merasa sangat dirugikan atas penghentian kasus tersebut, karena, organisasi GMKI dan sejumlah korban lainnya tak dilibatkan dalam proses RJ.
Upaya pendekatan keadilan restoratif atau RJ yang di mediasi oleh Ditreskrimum Polda Malut hanya menghadirkan mantan ketua GMKI Cabang Tobelo, Rivaldo Djini, tidak melibatkan semua korban maupun pihak – pihak yang dianggap berkepentingan hadir.
“Korban yang di libatkan (dalam mediasi) itu hanya Rivaldo Djini (mantan ketua GMKI Tobelo) sedangan korban lainnya pada saat aksi di Jumat, 31 Mei (2024) yang lalu itu bukan hanya dia ada banyak kader – kader GMKI yang menjadi korban, olehnya itu kami sebagai organisasi merasa sangat dirugikan” kata Edward Lahengko saat dihubungi, Jumat (18/10/2024).
Lanjut Edward, padahal pembubaran massa aksi GMKI oleh bupati Halut, Frans Manery dengan sebilah parang merupakan tindakan yang mengancam nyawa para demostran GMKI kala itu.
“Jadi proses hukum harus dilanjutkan, karena terbukti bupati hampir bunuh teman – teman kami jadi tidak mungkin kami akhiri kasus ini dengan damai. Kalau nanti bupati terbukti bersalah berarti bupati harus siap terima konsekuensi,” ucapnya.
Pihak Ditreskrimum Polda Malut selaku mediator bahkan dinilai tak profesional bekerja sesuai mekanisme ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Kepolisian RI Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan RJ. Yang diharuskan menghadirkan semua korban dan pihak lain yang berkepentingan.
GMKI Cabang Tobelo kata Edward Lahengko, lalu menaruh curiga dugaan kongkalikong antara petugas dengan terlapor bupati Halut karena semua pihak tidak dilibatkan dalam proses gelar perkara penghentian melalui pendekatan RJ pada awal Oktober lalu.
“Bahkan SP3 (surat penghentian penyidikan) pun tak diberitahu kepada kami selaku organisasi yang merasa korban pada saat itu, dari situ kami mencurigai bahwa pihak Polda jangan – jangan sudah main mata dengan dalam hal ini bapak bupati Halmahera Utara Frans Manery,” kilahnya.
“Oleh karena kami tidak puas dengan langkah mediasi ini, kami berharap pihak kepolisian profesional dalam menjalankan tugasnya, kami minta ada atensi baik dari pihak pengayoman masyarakat dalam hal ini pihak kepolisian untuk lebih jeli menegakkan keadilan jangan keadilan tumpul keatas tajam ke bawah,” pintahnya.
Sebaga informasi, bupati Halut, Frans Manery membubarkan massa aksi GMKI Cabang Tobelo menggunakan sebilah parang saat melakukan aksi di depan hotel Green Land, Desa Gura, Kecamatan Tobelo, Jumat (31/5/2024) lalu. Video pembubaran pun sempat beredar hingga viral di media sosial.
GMKI Cabang Tobelo lalu mendatangi Polda Malut, Senin (3/6/2024) melaporkan bupati Frans Manery.
Dua pekan pasca dilaporkan, oleh Ditreskrimum Polda Malut lalu menyatakan kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan. Namun kasus tersebut tiba-tiba dihentikan diluar peradilan melalui pendekatan RJ, karena adanya kesepakatan damai antar kedua belah pihak yang bertikai.
“Sudah di hentikan, Restorative Justice, Win-win solution, kalau sudah selesai kan, jadi diselesaikan diluar peradilan,”kata Kabid Humas Polda Malut, Kombes Pol. Bambang Suharyono, ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (4/10/2024) lalu.
“Jadi mereka tempuh jalur restorative justice, artinya penyelesaian perkara di luar peradilan,” tambah Bambang.
Merasa dirugikan karena tak dilibatkan dalam proses RJ, GMKI Cabang Tobelo dan Ternate lalu kembali melakukan aksi demonstrasi di depan Mako Polda Malut di Kamis (17/10/2024) kemarin. **
Discussion about this post