TERNATE, MPe — Pakar Hukum Tata Negara, Dr. Margarito Kamis menanggapi hukuman yang dijatuhkan Hakim Pada Pengadilan (PN) Ternate terhadap 3 terdakwa kasus Perusda Ternate Bahari Berkesan (TBB) yang relatif berbeda jauh.
Berbeda dengan 2 terdakwa, 1 terdakwa lainnya yakni Temmy Wijaya dijatuhkan pidana selama 1 tahun karena telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp 200 juta sekian dari temuan sebelumnya yakni Rp 400 juta sekian.
Menurutnya hal tersebut sangat konyol, jika dengan hanya mengembalikan Rp 200 juta lalu vonisnya terpaut jauh dengan terdakwa M. Ichsan Efendi yang divonis selama 7 tahun dan M. Ramdani Abubakar selama 6 tahun.
“Katakanlah kalau kerugian keuangan negara yang terbukti itu secara keseluruhan Rp 3 miliar lebih menurut saya ini konyol kalau Ichsan dan si Ramdani dihukum seberat itu. Dan katakanlah kalau dia (Temmy) turut menimbulkan kerugian keuangan negara yang ada di Rp 3 miliar itu lalu dia dihukum 1 tahun maka hebat sekali ya cuman dengan bayar kerugian keuangan negara Rp 200 ratus juta lalu dari tuntutan yang awal berat lalu menjadi 1 tahun, bagi saya itu konyol sekonyolnya,” ujar Margarito, Minggu (16/7).
Dia pun mengingatkan kalau hukum itu ada karena ada hasrat besar untuk membuat orang beradab dan martabat kemanusiaannya terjaga keadilan menjadi terpelihara serta pertanggung jawaban dibebankan berdasarkan fakta dan seluruh aspek-aspek yang mestinya diperhatikan.
“Sehingga hukum itu tidak menjadi instrumen penzaliman karena kalau begitu maka itu merendahkan anda sendiri oleh sebabnya anda musti benar-benar membuat fakta itu masif anda benar benar musti benar membuat hukum itu bersih baru perpaduan antara 2 hal itu menjadi dasar anda menghukum orang,” ujar Margarito.
Menurutnya, tak rasional jika perbuatan merugikan keuangan negara disangkahkan kepada para terdakwa mantan direktur Perusda yang perbuatannya tidak disengajai dan tidak dimaksudkan sejak menjabat direktur.
“Secara keseluruhan saya rasa tidak masuk di akal sehat kalau orang merugikan keuangan negara yang kerugian keuangan negara itu sendiri tidak merupakan intensi dia, tidak disengaja, dimaksudkan lalu dihukum dengan hukuman yang ada sekarang menurut saya ini kelewatan,” cetusnya.
Bahkan ujar dia, ada alasan yang cukup sejauh fakta yang muncul dalam persidangan pengadilan tingkat pertama ada alasan yang cukup untuk membebaskan para terdakwa.
Selain itu, dia juga mempertanyakan tugas Komisaris Perusda TBB, jika memang dalam pelaksanaan Perusda oleh para terdakwa sewaktu menjabat sebagai direktur ada prosedur – prosedur yang dianggap tidak tepat kenapa tidak dipermasalahkan sehingga Perusda kembali berbena kala itu.
“Kalau ada prosedur- prosedur penyelenggaraan perusahaan yang tidak tepat kenapa anda diam, nanti begitu sudah apa baru anda ribut. Lalu anda ngapain aja selama jadi Komisaris?, ” tanya Margarito.
Berbahaya sekali sambung Margarito, kalau para penegak hukum menggunakan pendapat publik bahwa korupsi itu berbahaya namun tidak secara detil dan cermat melihat secara komprehensif dan pada kedalaman sesaat sebelum menghukum para terdakwa.
“Lalu atas dasar itu asal orang bilang korupsi anda main timpa saja, tidak begitu cara berpikirnya anda tidak boleh mengadili memutus membebani hukuman kepada orang berdasarkan opini publik tidak boleh sama sekali”
“Anda harus menggunakan fakta yang tersaji di dalam pengadilan, periksa betul fakta itu secara utuh tentukan betul hukumnya secara utuh baru konstruksi menghukum atas kasus itu dari situ baru anda menghitung duga aspek-aspek non teknis nya baru tentukan hukum, keadilannya ada disitu,” ujar dia.
Ia pun meminta Hakim pada Pengadilan Tinggi (PT) Malut agar memeriksa permohonan banding yang diajukan M. Ichsan Effendi secara detil fakta – fakta apa saja yang terungkap dalam persidangan.
“Maka dari itu saya minta hakim yang akan memeriksa perkara ini periksa detil fakta dalam persidangan, cermat betul tentukan hukumnya barulah ambil keputusan,” pintahnya. (**)
Discussion about this post