WEDA,MPe – Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSP KEP SPSI) Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng, Maluku Utara (Malut), mengecam keras tindakan PHK sepihak yang dilakukan oleh KSO PT. SBP PT. BAS terhadap dua pekerjanya.
PC FSP KEP SPSI Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) Maluku Utara (Malut), Aswar Salim mengatakan, secara organisasi akan mengambil langkah-langkah hukum atas PHK sepihak tersebut.
“Pada Senin nanti kami SPSI Halteng akan melaporkan atau mengadukan masalah ini di Disnakertrans untuk memediasi terkait persoalan tersebut,” Aswar Salim, pada konfrensi pers di cafe monocorome Jumat (9/6/2023).
Lanjutnya, dua surat pemecatan terhadap anggotanya di KSO PT. SBP PT. BAS, Anjas (Ketua PUK) kemudian Fandi Riski (Sekertaris PUK), bagi kami PHK yang dilakukan oleh manajemen PT. BAS atau KSO PT. SBP PT. BAS terkesan mengada-ada.
Dikatakannya apa yang teman-teman di PUK SPSI KSO PT. SBP PT. BAS sudah mengikuti tahapan perundingan yang diatur oleh UU, misalnya ada masalah-masalah yang menjadi tuntutan mereka beberapa Minggu atau bulan lalu tuntutan mereka adalah kontrak kerja dan BPJS ketenagakerjaan,” cetusnya.
Kemudian melakukan perundingan Bipartit 1 sampai 3 menghasilkan kesepakatan yang ditandatangani oleh para pimpinan perusahan.
“Dengan poin kesepakatan akan melaksanakan keputusan Bipartit 3 itu adalah tanggal 31 Mei 2023 tetapi sampai batas waktu yang ditentukan teman-teman atau manajemen perusahan PT. BAS tidak merespon atau tidak menindaklanjuti keputusan yang disepakati bersama antara PT. BAS dengan teman-teman Serikat,” tambahnya.
Sesuai dengan ketentuan UU maka teman-teman PUK KSO PT. SBP PT. BAS ini punya kewenangan bisa melakukan mogok kerja.
Sehingga pada saat itu teman-teman ini mogok kerja dan surat pemberitahuan sudah disampaikan kepada manajemen dan semua proses sudah dijalankan sesuai dengan ketentuan UU yang berlaku,” kata Aswar Salim di dampingi pengurus SPSI Halteng.
Tetapi pada saat kita datang ke Disnakertrans Halteng kami menyampaikan gugatan atau proses mediasi terkait masalah ini dan pada besoknya juga Bung Fandi Riski di PHK dengan alasan sesuai PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) pasal 6 ayat 26 dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya kegiatan perusahan baik sendiri maupun bersama-sama pada saat jam kerja maupun diluar jam kerja tanpa izin pimpinan perusahan atau pejabat yang berwenang.
Pasal itu yang disangkakan sehingga mereka melakukan mogok kerja, padahal sesuai dengan ketentuan UU mogok kerja itu menjadi perintah UU sesuai dengan prosedur,” ujarnya.
“Bagi kami PHK sekertaris PUK SPSI KSO PT. SBP PT. Bas ini tidak punya dasar hukum yang tepat,” tandasnya.
Aswar juga menjelaskan PHK bung Anjas, yang juga sebagai ketua PUK SPSI KSO PT. SBP PT. BAS dengan alasan melanggar PKWT pasal 6 ayat 8 tentang memukul, menganiaya, memfitnah atau mengancam atas atau bawahan teman kerja di lingkungan kerja.
“Padahal yang terjadi dilapangan tidak ada tindakan sebagaimana yang dituduhkan tersebut,” jelasnya.
Tetapi teman-teman dari PUK PT. BAS yang dilakukan adalah mengajak teman-teman anggota PUK untuk sama-sama melakukan protes dengan cara melakukan mogok kerja. “Tetapi lagi-lagi mereka dikeluarkan surat PHK,” lanjut Aswar.
PHK bung Anjas ini berlaku tanggal 15 Juni 2023 dan bung Fandi Riski tanggal 14 Juni 2023. Olehnya itu pada kesempatan ini kami sampaikan bahwa kami dari Pimpinan Cabang SPSI Kabupaten Halteng mengutuk keras tindakan atau PHK sepihak yang dilakukan oleh PT. BAS. “Dan sebagai langkah-langkah hukum Pimpinan Cabang SPSI Halteng pada Senin nanti akan melaporkan atau mengadukan masalah ini di Disnakertrans untuk memediasi terkait persoalan tersebut,” pungkasnya.
PHK sepihak itu juga SPSI Halteng akan melaporkan pihak perusahan ke Polres Halteng dan Kejari Halteng terkait dengan sejumlah temuan SPSI, yaitu penyetoran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
“Karena di dalam ketentuan UU nomor 24 tahun 2011 pasal 19 itu mengatur bahwa perusahan yang telah terdaftar dalam keikutsertaan sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan yang telah memotong gaji pekerja namun tidak menyetorkan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan dapat dikenakan kurungan penjara 8 tahun serta denda 1 miliar,” bebernya.
Selain itu, terjadi pihak perusahan telah memotong iuran BPJS tapi tidak disetorkan dan berdasarkan bukti-bukti yang kami miliki setorannya putus di Januari, Maret bahkan Desember 2022.
“Dan di tahun 2023 ini disetor pada bulan Januari saja, selanjutnya tidak ada. Dan kami punya bukti potongan BPJS di slip gaji itu ada,” tegasnya.
Ketua Komik III DPRD Halteng itu menyampaikan SPSI Halteng juga akan laporkan terkait dengan union busting (melarang pembentukan serikat di salah satu perusahan). “Karena sesuai dengan UU nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja setiap tindakan yang dikategorikan union buting adalah merupakan tindakan pidana yang dapat dihukum pidana,” akunya.
Pada pasal 43, yang menyatakan barang siapa yang menghalangi atau memaksa pekerja buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 dikenakan sangsi penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 500 juta tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tindak kejahatan. “Jadi itu yang menjadi dasar kami karena apa yang teman-teman PUK lakukan itu adalah memperjuangkan hak-hak karyawan terkait dengan kontrak kerja, BPJS ketenagakerjaan,” tutur Aswar.
“Tetapi, pihak manajemen menganggap ini bagian dari mengganggu, maka bagi kami ini adalah tindakan union busting dan kami akan proses secara hukum berdasarkan UU yang berlaku,” tutupnya.(ril)
Discussion about this post