WEDA,MPe – Masyarakat dua desa lingkar tambang PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), yaitu desa Woekob dan Woejerana saat ini menuntut ganti rugi pembebasan lahan mereka yang telah digusur oleh pihak perusahan.
Lewat kuasa hukum masyarakat pemilik lahan Muhammad Sukur Mandar (MSM) menyampaikan keprihatinan yang dalam atas penyerobotan dan penggusuran lahan masyarakat secara melawan hukum, membabi buta dan sewenang-wenang oleh PT IWIP atas lahan perkebunan masyarakat yang terletak di dua desa tersebut.
Dalam keterangan pers, Muhammad Sukur Mandar menguraikan sejumlah tindakan melawan hukum PT. IWIP yang telah menguasai, mengambil alih secara paksa lahan perkebunan masyarakat dengan sejumlah kejanggalan.
Kuasa hukum sejumlah masyarakat di dua desa menjelaskan bahwa melalui Kepala Desa Woejerana sertifikat lahan usaha 2 (dua) masyarakat berjumlah 18 buah diambil dan diserahkan kepada PT. IWIP dengan alasan lahan milik masyarakat tersebut dibebaskan, dibeli, dan dibayar oleh PT. IWIP.
“Namun pada kenyataanya lahan perkebunan masyarakat tersebut tidak dibayar hingga saat ini,” ucap Muhammad Sukur Mandar dalam keterangan persnya.
Selain itu jumlah lahan perkebunan masyarakat yang sudah digarap 20 tahun lebih di area tanah Restan seluas 142,5 hektar, diserobot, digusur dan dikuasai oleh PT IWIP tanpa ganti rugi yang layak kepada masyarakat.
Jumlah lahan usaha 2 (dua) bersertifikat yang belum dibayar adalah seluas 152 hektar, dari 200 hektar lahan usaha dua, yang sudah dibayar berjumlah 48 Hektar lahan masyarakat Desa Woejerana.
Jumlah lahan garapan perkebunan masyarakat di area tanah HPL dan HPH seluas 1.285 Hektar, di dalamnya terdapat tanaman yang sudah menghasilkan telah digusur secara paksa oleh PT. IWIP dan sama sekali tidak ada ganti rugi.
Masyarakat lingkar tambang terancam miskin secara masif dan struktural karena lahan-lahan perkebunan milik mereka sebagai basis mata pencaharian mereka sudah dikuasi oleh PT. IWIP, digusur, dikuasai, digunakan untuk kepentingan perusahaan tanpa pembayaran hak-hak atas lahan masyarakat dan kompensasi yang layak sesuai ketentuan undang-undang.
Tidak ada alternatif mata pencarian lain bagi masyarakat karena laut, air sungai sudah tercemari dengan polusi dan limbah perusahaan, sehingga masyarakat merasakan ancaman atas kelangsungan kehidupannya.
Ada oknum Kepala Desa yang diduga kuat bekerjasama dengan oknum-oknum surveyor yang dikenal dengan pihak eksternal PT. IWIP bekerja sama merekayasa harga jual tanah/lahan dan melakukan pemotongan-pemotongan dari harga jual tanah yang dibayar PT. IWIP kepada masyarakat
Harga jual tidak merata, untuk harga jual tanah sertifikat Rp22.000 permeter, tanah lahan perkebunan dilahan restan bervariasi, Rp 9000 permeter dan Rp 15.000 permeter, dimana harga Rp 15.000 permeter untuk tanah tidak ada tanaman, sementara tanah ada tanaman dihargai Rp9000 permeter.
Pembayaran lahan/tanah dari PT. IWIP kepada masyarakat dilakukan melalui rekening Kepala Desa, dan dilakukan pemotongan oleh Kepala Desa Woejerana dan Woekop. “Untuk Desa Woejerana pemotongan senilai Rp 20 juta, dan desa Woekop senilai Rp5 juta bagi warga dusun satu, dan Rp 20 juta untuk warga diluar dusun satu,” pungkasnya.
Harga jual tanah permeter dan luas lahan yang diukur oleh PT. IWIP tidak disampaikan kepada pemilik lahan. Hanya oknum surveyor PT. IWIP dan oknum Kepala Desa yang mengetahui, sehingga diduga kuat ada manipulasi jumlah luas lahan yang dijual dan harga jual lahan permeter oleh oknum Kepala Desa dan oknum Eksternal PT. IWIP.
Di duga kuat ada penggelapan uang lahan bersertifikat, lahan perkebunan di areal tanah restan, oleh Kepala Desa Woejerana dan Kepala Desa Woekob.
Masyarakat sering ditekan oleh oknum aparat kepolisian dan oknum aparat TNI di areal lahan kebun mereka apabila mereka menghalangi proses penyerobotan dan penggusuran lahan oleh PT. IWIP.
Seluruh transaksi pembayaran tanah digusur, dibayar secara paksa dilakukan tanpa ada transparansi, tanda bukti pembayaran, tanpa ada Akta jual beli, tanpa SKT, dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara hukum oleh oknum-oknum aparat desa dan oknum kepala desa yang diduga kuat atas kerjasama dengan oknum-oknum surveyor/eksternal PT. IWIP.
Diduga kuat kepala Desa Woejerana menerbitkan SKT palsu diatas lahan perkebunan masyarakat diarea tanah restan masyarakat dan kemudian menjual kepada PT IWIP, dengan harga jual 9000 permeter, dengan total luas lahan untuk Desa Woejarana senilai 16 hektar, penjualan tahap pertama berjumlah 13 hektar, dengan nilai jual Rp 1.170.000.000.- (satu milyar seratus tujuh puluh juta rupiah), tahap dua sebanyak 3 hektar dengan total Rp 270.000.000.-(dua ratus tujuh puluh juta rupiah).
Masyarakat mengeluhkan dana CSR yang tidak dirasakan manfaatnya, tidak transparan dikelolah oleh Kepala Desa dan tidak jelas peruntukannya dari PT. IWIP kepada masyarakat lingkar tambang.
Kami minta kepada Pj.Bupati, Ketua DPRD dan Kapolres Halmahera Tengah untuk ikut bertanggungjawab atas lahan warga yang dikuasai PT. IWIP secara melawan Hukum
Kepada Bapak Kapolres untuk memproses kepala Desa Weojerana dan Woekop atas sejumlah dugaan penyimpanan dana penjualan lahan masyarakat dan pemotongan harga jual lahan dan manipulasi harga lahan masyarakat sesuai ketentuan Hukum yang berlaku.
Jika pernyataan ini tidak ditindak lanjuti maka masyarakat akan melakukan aksi boikot seluruh aktifitas tambang di lahan milik masyarakat yang telah digusur dan dikuasai oleh PT. IWIP
Selaku Kuasa Hukum kami akan mengajukan Gugatan Melawan Hukum pada PT. IWIP di Pengadilan untuk memastikan terpenuhi hak-hak masyarakat baik secara moril maupun materil oleh PT. IWIP
Kepada Bapak Kapolres untuk mengusut harta tidak wajar Kepala Desa Woejerana dan Desa Woekop baik kepemilikan rumah, mobil dan lain-lain yang tidak sesuai dengan penghasilannya.(ril)
Discussion about this post