LABUHA — Harita Nickel melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) afiliasi bisnis dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) kembali menjadi pionir di industri hilirisasi nikel dengan meresmikan operasi produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan terbesar di dunia.
Peresmian operasi produksi nikel sulfat dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun tersebut dilakukan di kawasan operasional Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, Rabu (31/5). Nikel sulfat merupakan bahan utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
Peresmian operasi produksi nikel sulfat ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi yang diwakili Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Septian Hario Seto dilanjutkan dengan peninjauan operasional produksi nikel sulfat di pabrik dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) PT HPL.
Turut hadir dalam acara peresmian tersebut Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik serta jajaran manajemen Harita Group dan Lygend Resources Technology Co. Ltd.
Direktur PT. Halmahera Persada Lygend, Tonny H. Gultom dalam sambutannya menyatakan Harita Nickel melalui PT HPL yang berkolaborasi dengan Lygend Resources Technology Co., Ltd, kembali mencatatkan sejarah baru setelah di Juni 2021 menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik dan menjadi industri pionir di Indonesia.
“Pada hari ini kami kembali menancapkan tonggak sejarah baru di mana Bapak dan Ibu sekalian akan menjadi saksi peresmian dari pabrik nikel-sulfat (NiSO4.6H2O) yang juga diproduksi PT Halmahera Persada Lygend,” kata Tonny.
Pabrik nikel sulfat yang berdiri di Pulau Obi ini, diklaim Tonny akan menjadi pabrik pertama di Indonesia yang memproduksinya sekaligus menjadi yang terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi. “Dalam hal kapasitas produksi NiSO4, Perseroan akan terus melakukan penyempurnaan dan meningkatkan kapasitasnya hingga mencapai 240.000 metrik ton/tahun dengan kandungan nikel metal 54.000 ton/tahun dan ditargetkan tercapai pada pertengahan Q2 tahun 2023,” ungkap Tonny. Ekspor perdana nikel sulfat rencananya akan dilakukan pada Juni 2023.
Tonny mengungkapkan, di Pulau Obi yang kaya mineral ini Harita Nickel konsisten membangun industri pertambangan terintegrasi dari hulu hingga ke hilir. Dimulai dari pertambangan pada tahun 2010 melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk, Harita Nickel telah mengejawantahkan apa yang menjadi amanat dari pemerintah akan semangat hilirisasi.
Sejak tahun 2015, Harita Nickel telah melakukan hilirisasi melalui pengolahan nikel kadar tinggi (saprolit) melalui PT Megah Surya Pertiwi dengan 4 jalur produksi feronikel.
“Di tahun 2018 kami mulai membangun hilirisasi pengolahan nikel kadar rendah limonit yang selama ini diperlakukan sebagai over-burden (batuan sisa) Mixed Hydroide Precipitate,” kata Tonny.
Industri hilirisasi tersebut resmi beroperasi pada Juni 2021 melalui afiliasi PT Halmahera Persada Lygend. Selanjutnya anak usaha Harita Nickel lainnya, yakni PT Halmahera Jaya Feronikel (PT HJF) pada semester I 2023 ini telah menyelesaikan pembangunan smelter feronikel dengan 8 jalur produksi.
“Semangat hilirisasi ini terintegrasi dalam bentuk peta jalan bisnis, yang hingga hari ini dengan bangga dan penuh rasa syukur, bergandengan tangan bersama partner kami dari Lygend Resources Technology Co., Ltd, telah berhasil naik ke jenjang pencapaian baru dengan diproduksinya nikel sulfat,” tandas Tonny.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto dalam sambutannya menyatakan apa yang dihasilkan Harita Nickel merupakan pencapaian yang sangat luar biasa bersejarah. “Kita mengulang sejarah 2 tahun lalu bersama Menko Marves meresmikan pabrik HPAL pertama.
Ini sesuatu yang membanggakan, di mana hari ini kita akan meresmikan nikel sulfat yang merupakan produk turunan dari nikel yang nanti dapat diolah menjadi prekursor,” kata Septian.
Menurut Septian, keberhasilan ini sangat mengesankan dan luar biasa karena sekaligus menujukkan bagaimana kolaborasi investor lokal dan investor asing bisa bekerja sama dengan baik.
Septian menambahkan pabrik HPAL yang ada di Pulau Obi ini merupakan salah satu pabrik yang pengelolaan operasionalnya sangat baik.
“Kita lihat pabrik-pabrik HPAL di dunia itu butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa melakukan ramp up capacity tapi di sini dengan teknologi baru ini hanya dalam waktu beberapa bulan bisa meningkatkan kapasitas,” kata Septian.
“Kami juga baru melakukan audit seluruh kawasan industri pertambangan dan di Obi ini merupakan salah satu yang terbaik dalam hal pengelolaannya,” papar Septian.
Septian pun berpesan agar pengelolaan terhadap lingkungan yang baik di Pulau Obi bisa terus dilanjutkan. Selain itu kontribusi terhadap masyarakat sekitar serta program-program CSR dan bantuan masyarakat yang tepat sasaran juga untuk terus dipertahankan. “Saya kira ini akan menciptakan keselarasan dan keharmonisan antara perusahaan dengan masyarakat,” pungkas Septian.
Sementara itu Zhang Bao Dong, Direktur PT Halmahera Persada Lygend yang juga merupakan perwakilan Lygend Resources Technology Co., Ltd dalam sambutannya menyatakan bahwa Lygend sangat bangga bisa bekerjasama dengan Harita Group dan menghasilkan pabrik HPAL sampai turunannya yaitu nikel sulfat.
“Besar harapan kami bahwa ke depannya Harita dan Lygend akan bersama-sama membangun industri hilirisasi demi memberikan dampak ekonomi yang berkelanjutan,” kata Zhang. Upaya-upaya yang konstruktif lanjut Zhang akan terus dilakukan untuk mengembangkan lebih hilir lagi dari ekosistem baterai kendaraan listrik yang berasal dari Pulau Obi ini.
Sementara Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik menyatakan rasa bangganya bisa menjadi saksi keberhasilan PT HPL yang memproduksi nikel sulfat pertama di Indonesia. “Bagi kami ini luar biasa dan tentunya diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat Halmahera Selatan,” kata Usman. (**)
Discussion about this post