JAILOLO- Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) dalam rangka menelusuri (LKPJ) Bupati Halbar atas APBD tahun 2022 karena diduga ada persoalan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp208.500.000.000.
Hal ini mendapat sorotan dari Praktisi Jasa Konstruksi, Riswanto, melalui rilisnya yang diterima oleh Wartawan publikmalutnews.com pada Sabtu, (08/04/2023) Sore.
Menurut Riswanto bahwa Pansus LKPJ tersebut hanya akan berakhir pada rekomendasi terhadap (LKPJ) Bupati Halbar atas APBD tahun 2022. Sehingga kegiatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disoalkan tidak akan terjawab melalaui Pansus LKPJ, apalagi masa kerja Pansus tersebut hanya 30 hari terhitung sejak penyampaian LKPJ sehingga tidak maksimal dalam melakukan penelusuran terhadap persolan tersebut.
“Harapannya pansus terhadap LKPJ ini bisa menjadi langkah awal yang bisa melahirkan Pansus baru Misalnya Pansus PEN. Sehingga dugaan persoalan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 208.500.000.000, dapat terjawab melalui Pansus PEN. Pekerjaan yang dibiayai melalui PEN banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan semestinya di seriusi oleh DPRD, agar dalam pembentukan pansus ini tidak terkesal hanya mencari pencitraan DPRD kepada masyarakat atau jangan sampai hanya berujung pada gertakan dengan maksud tertentu.” Tegas Insinyur mudah lulusan Universitas Ram Ratulangi Manado.
Insinyur mudah lulusan Universitas Ram Ratulangi Manado. Juga menjelaskan bahwa tertuang dalam KAK Pinjaman PEN-HALBAR bahwa pada tahun 2023 sampai dengan tahun 2029 Pemda sudah mulai membayar angsuran sebesar Rp48.041.875.000,- setiap tahun.
Salah satu indikator agar bisa terwujudnya pemulihan ekonomi di daerah melalui kegiatan PEN adalah terciptanya lapangan pekerjaan melalui kegiatan tersebut serta penyerapan tenaga kerja lokal dan penggunaan bahan baku dari dalam negeri/lokal di Daerah. Hal ini tidak sejalan dengan apa yang terjadi pada Pinjaman PEN Halmahera Barat, hampir semua pekerjaan yang bersumber dari PEN menggunakan tenaga kerja dari luar Halmahera Barat.
Selain itu sebagian besar bahan bangunan dan material lainnya yang di gunakan pada pekerjaan yang bersumber dari PEN di beli atau didatangkan dari luar Halmahera Barat. Ini menjadi persolaan utama pada pinjaman PEN daerah Halmahera barat yaitu tidak terwujudnya tujuan pemulihan Ekonomi di Daerah.
“Berdasarkan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) PEN-HALBAR tercacat bahwa dampak yang timbul dari kegiatan PEN adalah tersedinya lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja pada prioritas infrastruktur perumahan sebanyak 500-750 orang, pada infrastruktur kesehatan sebanyak 30-40 orang, pada infrastruktur penataan ruang kawasan RTH sebanyak 100-150 orang, pada infrastruktur pariwisata sebanyak 50-75 orang, pada prioritas infrastruktur jalan dan jembatan sejumlah 290 orang, dan infrastruktur perhubungan sejumlah 20-40 orang. Fakta yang terjadi saat pelaksaan kegiatannya adalah jumlah penyerapan tenaga kerja tidak sesuai dengan apa yang dituangkan dalam KAK PEN-HALBAR.” Ungkap Riswanto.
Riswanto pun mempertanyakan Kegiatan yang bersumber dari Dana PEN persoalan kegiatan perencanaan. Prodak apa saja yang dihasilkan, hal ini karena Gambar Rencana pun nyaris tidak terlihat atau minimal terpampang di direksi keet pada saat pekerjaan fisik berlangsung.
Salah satu contoh kecil yang patut dipertanyakan misalnya kegiatan perencanaan Pembangunan Jembatan Ruas Tacim – Tabobol (Jembatan VII), pada pekerjaan tersebut panjang bentangan jembatan hanya 5 meter, Abutmen yang digunakan pun adalah hanya abutmen pasangan batu, lalu yang menyadi pertanyaan adalah prodak apa saja yang diperlukan untuk direncanakan sehingga membutuhkan biaya perencanaan Rp100.000.000 pada pekerjaan tersebut.
Selain itu patut juga pertanyakan kegiatan-kegiatan perencanan lainya seperti Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Sasadu Lamo dan Perencanaan Peningkatan Jalan hotmix Ruas Dalam Kota Jailolo.
Dalam proses pengadaan kegiatan PEN juga ada indikasi terjadinya praktek-praktek pengaturan proyek selama proses pengadaan berlangsung. Ada beberapa indikator yang menjadi alasan patut diduganya terjadi paraktek demikian seperti ; 1. Kepala ULP Halmahera Barat dan Kepala Dinas PUPR Halmahera Barat (meranggap PPK pada pekerjaan PEN) merupakan pindahan dari Pemda Kabupaten Pulau Morotai pada masa Pemrintahan JUJUR dan pada proses pengadaan berlangsung dimenangkan oleh beberapa Penyedia yang beralamat dimorotai dan merupakan mitra kepala ULP dan kedis PUPR sewaktu masih menjabat dikabupaten pulau Morotai.
Penyedia tersebut belum pernah mengerjakan pekerjaan di Halmahera barat, 3. Nilai penawaran yang terkesan tidak wajar karena selisih nilai penawaran tidak lebih dari 1% terhadap nilai HPS.
Lanjut Riswanto Dalam proses pelaksanaan pekerjaan fisik pun terdapat beberapa permasalahan seperti lemahnya pengendalian kegiatan oleh PPK sehingga pekerjaan dikerjakan tanpa pengawasan yang berimbas pada kualitas pekerjaan yang kurang baik.
Dalam pelaksaan pekerjaan pun terlihat mengabaikan aspek pengedalian mutu pekerjaan, misalnya komposisi material Lapis Fondasi Agregat Kls A pada pekerjaan jalan yang terindikasi dilakukan penghampar tidak mengikuti Job Mix Desain (JMD) bahkan duguaan kuat pekerjaan tersebut dikerjakan tanpa ada JMD.
Hal ini terlihat dari komposi material yang dihampar pada jalan Ruas Goal – Ibu terdapat batu yang size/ukuranya lebih dari 37,5mm dalam persentase yang banyak karena dalam komposisi LPA tersebut dicampurkan menggunakan sirtu sungai.
Selain itu, dalam pelaksanaanya tidak terlihat dilakukan pengujian lapangan terhadap kepadatan LPA dan juga CBR lapangan LPA tersebut.
Contoh lain yang dapat dilihat seperti pada pekerjaan pelebaran jalan dalam kota Jailolo yaitu di depan Sasudu Lamo, dimana lapis Fondasi Agregat Kls A tercampur dengan sedimentasi dikarenakan banjir yang terjadi pada daerah yang membawa sedimen tapi di abaikan, semestinya material tersebut di gantikan, karena akan mempengaruhi komposisi campuran LPA dan komposisi campuran berpengaruh terhadap nilai CBR atau daya dukung dari material tersebut.
Selain itu terdapat juga persolan lain yang pernah disoroti oleh masyarakat seperti pembuatan trotoar dalam kota jailolo yang terkesan asal dikerjakan, dimana dalam proses pelaksanaanya tidak dilakukan pembongkaran terhadap trotoar exsisting/lama sehingga mengurangi kapasitas drainase akibatnya terjadi luapan ketika curah hujan yang tinggi di jailolo.
Elevasi Jalan pada Pekerjaan Patcing atau penambalan jalan dalam kota jailolo tidak selevel dengan jalan eksisting/lama sehingga mengakibatkan jalan menjadi bergelombang sehingga mempengaruh kenyaman bagi pengendara.
Beberapa item pekerjaan yang sudah mulai rusak pada pekerjaan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Sasadu Lamo yang sempat dikeluhkan oleh masyarakat pada beberapa minggu yang lalu. Potensi terjadi gerusan pada abutmen jembatan Jembatan ruas tacim tabobol.
Selain itu sampai saat ini masih masih terdapat juga pekerjan yang belum selesai dikerjakan meksipun telah selesai addendum pemberiaan kesempatan kerja. Misalnya pada pekerjaan Jalan Ruas Goin – Kedi, Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Festival Teluk Jailolo, Pembangunan Jembatan Ruas Kedi – Goin Pembangunan Jembatan Tacim – Tabobol dan Penataan Kawasan Pariwisata Bobanehena-Gamtala.
Penyebab Utama keterlambatan pekerjaan ini adalah terkait Sumber Daya baik sumber daya manusia, Sumber daya Mesin (peralatan) mapun sumber daya material, bukan saja hujan sebagaimana yang disampaikan Kadis PUPR Halbar.
“Silahkan di cek, berapa banya AMP yang di pakai, Berapa banyak alat gelar Aspal yang digunakan, berapa banya alat gelar lapis fondasi agregat yang dipakai serta peralatan lainnya yang digunakan dalam pekerjaan Jalan yang dibiaya melalui PEN bahkan DAK tahun 2022. Rata-rata semua pekerjaan mengunakan peralatan yang sama, baik AMP, alat gelar aspal, Alat gelar LPA, sehingga peralatan tersebut dipakai dulu pada pekerjaan satu kemudian diangkut lalu dipindahkan kepada pekerjaan yang lain. Jika metode pelaksaaanya seperti demikian maka sudah dipastikan pekerjaan jalan yang dibiayai oleh PEN bahkan DAK tahun 2022 akan mengalami keterlambatan. Keberadaan AMP yang jauh dari lokasi goin-kedi tidak bisa dijadikan alasan, karena sudah menjadi konsukwensi dalam pekerjaan, jika jaraknya jauh kenapa tidak di bangun AMP di wilayah loloda. Selain itu ketidakmampuan PPK dalam pengendalian pelaksaan kontrak yang menyebabkan pekerjaan itu menjadi terlambat, pada prosedur kontrak kritis telah di atur bahwa dalam masa pelaksanaan 0% -70% dari kontrak jika terjadi ketermabatan di atas 10% maka akan dilakukan rapat pembuktian keterlamabatan atau rapat SCM Periode I dan jika dalam masa pelaksanaan 70% -100% dari kontrak jika terjadi ketermabatan di atas 5% maka akan dilakukan rapat pembuktian keterlamabatan atau rapat SCM Periode II. Jika prosedur tersebut diterapkan maka akan meminimalisir keterlambatan yang terjadi di akhir kontrak. Namun karena prosedur itu tidak dilaksananakan sehingga akumulasi keterlambatan menjadi besar diakhir kontrak sehingga sulit diselesaikan sekalipun telah diberikan Addendum pemberian kesempatan kerja.” Tegas Riswanto.
Kata Riawanto Kegiatan yang bersumber dari PEN awalnya tidak menggunakan konsultan Supervisi atau konsultan pengawasan namun pada bulan Juli tahun 2022 berdasarkan halaman LPSE Halmahera Barat telah dilakukan pengadaan langsung untuk jasa konsultan pengawasan pada beberapa pekerjaan yang dibiayai melalui program PEN.
Apa yang mau di harapkan dari jasa konsultan supervisi pada pekerjaan yang sudah mau selesai? Mengapa tidak diprogramkan konsultan supervisi/pengawasan dari awal kontrak sehingga kegiatan pengawasan menjadi lebih tepat sasaran.
“Beberapa persoalan yang telah disebutkan diatas maka saya meminta kepada DPRD kabupaten Halmahera Barat, agar serius menjalakan PANSUS yang telah di paripurnakan beberapa hari kemarin. Selain itu Akumulasi dari persolan di atas patut juga dipertanyakan dimana peran Kejaksaan Halmahera barat dalam melakukan pendampingan pada pekerjaan ini. saya menduga pihak kejaksaan Halmahera barat turut andil dalam membiarkan proses ini terjadi dalam pelaksaan Kegiatan yang bersumber dari PEN. Kejaksaan Halmahera Barat hanya berani memeriksa terhadap pekerjaan dengan nilai yang kecil seperti Talud Penahan Banjir desa Gamlamo tapi membiarkan pekerjaan yang di kerjakan menggunakan Dana PEN. Jika pekerjaan talud gamlamo yang hanya menelan biaya 1,2 milyar saja pihak kejaksaan begitu serius dalam mendalami persolaan tersebut lalu bagaimana dengan pekerjaan yang bersumber dari program PEN yang menelan biaya sebesar Rp208.500.000.000,” tutup Riswanto. (**)
Discussion about this post