LABUHA,MPe- Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, menolak membayar sisa utang pinjaman pemda ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Hal itu ditegaskan langsung Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, Kamis (22/12). Menurut Usman, sisa utang pinjaman itu merupakan semester kedua tahun 2022 dan tahun 2023 senilai Rp 58 miliar.
“Saya tegaskan di sini, bahwa saya tolak bayar utang SMI. Karena apa? karna pembayaran utang tersebut tidak wajar, dan pinjaman ke SMI oleh Pemda Halmahera Selatan itu kuat dugaan terjadi permainan sehinga melebih batas masa jabatan Bahrain Kasuba selaku bupati,” kata Usman.
Diketahui, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menandatangani kesepakatan pemberian pinjaman kepada Pemda Halmahera Selatan. Dalam perjanjian tersebut, Pemda Halmahera Selatan mendapatkan pinjaman dana SMI senilai Rp 150 miliar dengan jangka waktu 5 tahun.
Ada pun pinjaman tersebut digunakan untuk membangun pasar Tuakona dan 3 ruas jalan di Kota Labuha. Penandatanganan pemberian pinjaman tersebut dilakukan oleh Bupati Halmahera Selatan saat itu, Bahrain Kasuba dan Direktur Utama PT SMI, Emma Sri Martini, pada Kamis, 28 Desember 2017.
Sementara pinjaman baru dapat dicairkan di 2018, dan pembayaran utang dilakukan 2019. Sedangkan masa jabatan Bahrain Kasuba sebagai bupati sendiri berakhir pada Jumat, 21 Mei 2021. Kemudian utang pinjaman bawaanya hingga tahun 2023 yang diwariskan kepada pemerintahan Usman Sidik dan Hasan Ali Basaam Kasuba sebesar Rp 118 miliar.
Usman menegaskan, pinjaman tersebut dengan masa pengembalian hingga tahun 2023, yang sangat membebani pemerintahannya. Sebab, pinjaman itu dilakukan di masa berakhirnya Bahrain Kasuba sebagai bupati.
Wakil Bendahara Umum DPP PKB tersebut menjelaskan, konsep utang negara dan daerah berbeda. Dalam regulasinya, utang negara dapat diwarisi oleh pemerintahan berikutnya, karena sifatnya jangka panjang, tetapi utang daerah sifatnya jangka menegah sesuai dengan masa jabatan kepala daerah.
“Aturannya tidak boleh pengembaliannya sampai akhir masa jabatan. Karena utang tersebut harus diselesaikan di masa jabatan bupati berjalan, tidak boleh diwariskan kepada bupati atau pemerintahan baru,” jelasnya.
Hal ini sesuai UU No. 33 Tahun 2004 tentang Primbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP No. 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.
Kemudian konsep dasar Pinjaman Daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, berbunyi; Pinjaman Jangka Menengah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b merupakan Pinjaman Daerah dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran, dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. (red)
Discussion about this post