TERNATE, MPe – Praktisi hukum Muhammad Konoras,SH,MH menyoroti kinerja Pemkot Ternate yang menjadikan para siswa- siswi sebagai pagar hidup di sejumlah titik yang akan dilalui oleh Presiden Joko Widodo.
Ia menilai sambutan yang ditunjukkan oleh Pemkot Ternate itu terkesan berlebihan, lantaran mengorbankan anak-anak sekolah yang rela menunggu ditengah terik matahari
“Kedatangan seorang Presiden adalah sesuatu yang sangat mengembirakan. Presiden tidak mengharapkan anak sekolah untuk melakukan penyambutan dengan pagar hidup di jalan dan berjemur di panas,” katanya, Rabu(28/9/2022).
Konoras mengaku, dari matanya, banyak anak SD dan SMP yang sudah berdiri berjejeran di sepanjang jalan yang akan dilewati, termasuk di depan kantornya di Jati Perumnas, dari jam 8 sampai jam 10.
Tapi ternyata mobil yang ditumpangi Jokowi melaju dengan kecepatan, sehingga anak-anak itu tidak sempat lagi untuk melihat wajah presiden Jokowi.
“Ini kan cari muka yang tidak beralasan, padahal Jokowi tidak menghendaki agar anak-anak itu mau jadi pagar hidup di pinggir jalan, tapi anak-anak itu meski berjemur panas dan rekayasa oleh para guru-guru untuk menghargai, menghormati presiden,” ujarnya.
Konoras mengaku, ada juga orang tua anak-anak yang berkeberatan, yang disampaikan kepada dirinya.
“Jadi ini sangat disesalkan. Kita berharap jangan lagi pemerintah daerah mencari muka untuk mengorbankan anak-anak berdiri berjemur panas kemudian tidak berjabat tangan atau bersalaman dengan presiden, jadi ini cari muka yang tidak efektif karena mengganggu kegiatan belajar mengajar. Anak-anak itu tidak mengharapkan agar presiden pegang tangan dengan mereka tapi toh dengan protokoler yang begitu ketat,” sesalnya.
Penyambutan yang terkesan berlebih tersebut menurut Konoras tentunya juga dianggap tidak produktif, karena menganggu anak sekolah yang rela meningalkan jam belajarnya di kelas dengan berdiri berjam-jam.
“Jika mereka berdiri begitu paling tidak harus pelang-pelan sedikit mobilnya. Kalau datang hanya seperti kilat, apa yang diharapkan oleh masyarakat Malut,” sambungnya.
Kata dia, kunjungan Presiden ke Maluku Utara untuk kesekian kalinya itu tentunya menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat.
Itu artinya di Malut ini ada sesuatu. Malut ini ada banyak nilai sejarahnya seperti halnya Kesultanan.
“Tapi saya merasa terhadap guru-guru karena ini pasti diperintahkan oleh Wali Kota, dan Kadis Pendidikan untuk jadi pagar hidup tetapi ternyata anak-anak yang jadi pagar hidup itu tidak bisa menikmati kedatangan Presiden, tidak ada kebanggaan sekali bagi anak-anak, dari ibu- ibu mereka ada yang mengeluh setelah pulang,” pungkasnya. (**)
Discussion about this post